Thursday, May 1, 2025
HomeDaratKisah Stasiun Pulau Air, Saksi Bisu Kebangkitan Perkeretaapian di Sumatera Barat

Kisah Stasiun Pulau Air, Saksi Bisu Kebangkitan Perkeretaapian di Sumatera Barat

Di salah satu sudut kota tua Padang terdapat sebuah bangunan yang dulunya difungsikan sebagai stasiun kereta api. Bangunan inilah yang menjadi jejak sejarah panjang tumbuh kembangnya sistem perkeretaapian di Sumatera Barat. Namanya adalah Stasiun Pulau Air atau biasa disebut Pulau aie atau Pulo aie.

Baca juga: Sejarah Stasiun Padang, Bangkit dari Kebutuhan Tranportasi Batu Bara

Letak stasiun tersebut berada di Kota Lama Padang tepatnya di jalan Pulau Air Kelurahan Palinggam, Padang Selatan. Stasiun ini merupakan stasiun ujung sebelum jalur menuju pelabuhan Muaro dari percabangan stasiun Padang. KabarPenumpang.com mengabarkan dari berbagai laman sumber bahwa, stasiun yang menghubungkan kota Padang hingga Sawahlunto ini dibangun secara bertahap pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Dibangun tahun 1890-an, merupakan stasiun dan jalur kereta api pertama yang dibangun Belanda di Padang sekaligus di Ranah Minang.

Pada masa kejayaannya Stasiun Pulau Air

Jalur ini digunakan sebagai sarana angkut batu bara dan penumpang umum dari Ombilin kota Sawahlunto menuju pelabuhan Muaro Padang dan kemudian ke pelabuhan Emmahaven yang sekarang menjadi pelabuhan Teluk Bayur. Dengan luas 27,50 x 12 meter persegi, stasiun Pulau Air memiliki pintu masuk ditengah bangunan dengan ciri khas arsitektur bangunan Belanda yang menggunakan atap seng serta jendela persegi dan pintu tinggi.

Sejak awal berdiriya, stasiun ini hingga awal tahun 1980-an menjadi pilihan utama jalur perdagangan di Sumatera Barat. Tak hanya itu kereta api menjadi salah satu transportasi yang menghubungkan kota Padang ke daerah pedalaman. Tahun 1960-an, stasiun Pulau Air selalu menjadi pusat angkutan penumpang dan aktivitas bongkar muat barang yang membuat perekonomian daerah ini meningkat drastis.

Sisa rel di dekat banguan stasiun Pulau Air

Pada masa jayanya dulu, stasiun Pulau Air memberangkatkan kereta api sebanyak empat kali perjalanan. Di stasiun ini ada dua jenis kereta api yakni kereta barang yang biasa disebut kereta gerobak oleh masyarakat dan memiliki 6-10 gerbong.

Kemudian kereta lainnya adalah kereta penumpang yang biasa disebut kereta ganevo dengan 4-6 gerbong dalam satu rangkaian. Biasanya lokomotif yang menegndalikan rangakaian kereta dari stasiun Pulau Air diinapkan di depo lokomotif dekat dengan stasiun dan kini bangunannya pun sudah tak terawat lagi.

Sayangnya semakin banyaknya kendaraan bermotor, kereta seperti tak lagi ditengok untuk digunakan. Keadaan ini juga diperburuk oleh prasarana gerbong kereta yang rusak karena faktor usia sehingga membuat penumpang kurang nyaman.

Stasiun Pulau Air diketahui berhenti beroperasi tahun 1983, tetapi jejak rel masih terlihat baik berada di dalam rumah penduduk maupun sebagai halaman rumah. Hal ini karena setelah tidak beroperasi lagi, kawasan stasiun menjadi pemukiman warga.

Stasiun Pulau Air saat masih melayani penumpang

Saat ini stasiun Pulau Air juga menjadi cagar budaya dengan nomor inventaris No.69/BCB-TB/A/01/2007. Walaupun menjadi cagar budaya, tetapi kondisinya sudah cukup mengkhawatirkan meski bangunan masih terlihat kokoh dengan beberapa titik terlihat retakan di dinding dan sambungan tembok.

Baca juga: “Baso,” Bukan Cuma Makanan, Tapi Juga Nama Bekas Stasiun di Sumatera Barat

Dari kabar yang tersiar, untuk menambah atraksi wisata di Padang, jalur kereta api pertama ini akan kembali dihidupkan untuk kereta wisata. Jalur sepanjang sekitar 2,3 km itu menghubungkan Stasiun Padang ke Stasiun Pulau Air di Pasa Gadang yang di masa lalu langsung terhubung ke Pelabuhan Muaro. Jalur ini sengaja akan dihidupkan untuk wisata nostalgia, melihat Padang di masa lalu.

Tak hanya itu, kabar lainnya adalah rencana kereta bandara yang akan dimulai dari stasiun ini. Tapi apakah ini akan menjadi sebuah wacana saja atau terlaksana sebagaimana yang terbersit?

RELATED ARTICLES
- Advertisment -

Yang Terbaru