Apakah semua pengemudi ojek online (ojol) mematikan aplikasi mereka saat unjuk rasa pada Selasa (20/5/2025) kemarin? Ternyata tidak semua pengemudi ojel melakukan hal tersebut.
Ini karena masih banyak yang memilih untuk mencari nafkah bagi orang rumah dibandingkan unjuk rasa yang tidak menghasilkan pendapatan. Beberapa pengemudi ojol yang tidak ikut demo mengatakan, aksi unjuk rasa ini tak akan membawa hasil seperti yang diharapkan para mitra ojol.
Menurut mereka, yang dilawan adalah kapitalis dan mau para pengemudi ojol ketergantungan dan selalu bekerja. Tak hanya itu, mereka juga mengaku, selama ini menerima hak sesuai dengan kewajiban yang dijalankan.
Selain itu, para mitra ojol pun harus lebih realistis dalam melihat kondisi dibandingkan membuang energi untuk unjuk rasa tanpa hasil.
“Ya, demo begini sama saja nggak bakalan ada hasil. Lihat saja kemarin pas demo THR. Memang sesuai? Memang sepadan? Nggak toh. Buktinya sama saja dan lebih baik narik ojol atau anter jemput makanan atau barang dari pada demo. Narik ada hasil, demo nggak,” ungkap Suntoso salah satu pengemudi ojol yang tak ikut demo dan ditemui KabarPenumpang.com.
Selain Suntoso, Andi mengaku bila pendapatan selama ini cukup untuk menghidupi kebutuhan. Dia mengatakan, ikut demo pun tidak ada manfaat apapun.
“Saya itu sehari paling sedikit Rp100 ribu bawa pulang ke rumah paling banyak pernah sampai Rp400 ribu. Itu sudah bersih dan tidak dipotong lagi untuk bensin atau jajan saat saya ngojek,” ungkap Andi.
Dengan perkiraan Rp100 ribu per hari dan bekerja selama 30 hari penghasilan pengemudi ojol Rp3 juta dan bisa lebih tergantung pendapatan per hari nya. Meski begitu, di kala unjuk rasa pada Selasa (20/5/2025) kemarin, banyak juga pengemudi ojol yang harus boncos alias merugi.
Pasalnya mereka justru mendapatkan orderan fiktif. Orderan ini lebih banyak dari laanan anatar makanan yang menggunakan pembayaran tunai. Di mana pembeli saat makanan tiba di tujuan tidak ada orang atau alamat yang dicari tidak ditemukan.
“Kemarin saya dua kali dapat orderan fiktif. Makanan yang saya ambil dan antar itu cukup besar totalannya sekitar Rp200 ribu. Mereka bayar tunai dan saya saat cari orangnya nggak ada. Sudah gitu yang satu lagi alamatnya ada tapi nomor tujuannya tidak ada,” ungkap Pepeng.
Namun meski begitu, Pepeng tetap bersyukur makanan tersebut bisa dibawa pulang untuk orang rumah.
“Rugi sih. Tapi kalau disesali kan uangnya nggak kembali. Anggap saja, ini rejeki orang rumah tapi dalam bentuk makanan bukan uang,” ungkapnya.