Terminal Guntur bukan sekadar tempat bus berhenti dan penumpang naik-turun. Bagi masyarakat Garut, terminal ini adalah denyut nadi perjalanan mereka, pintu gerbang menuju kota-kota besar, sekaligus saksi bisu perkembangan transportasi darat di wilayah Priangan Timur.
Terminal Guntur memiliki nama lengkap Terminal Guntur Melati dan merupakan terminal penumpang tipe A yang merupakan terminal induk terbesar di Kabupaten Garut. Terminal ini terletak di Jalan Guntur Sari, Desa Haurpanggung, Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut.
Terminal ini melayani transportasi angkutan kota, angkutan MPU, dan angkutan antarkota. Terminal Guntur dibangun pada awal 1980-an sebagai jawaban atas masalah kemacetan dan kepadatan yang terjadi di terminal lama yang berada di pusat kota Garut.
Saat itu, jumlah penumpang bus dan angkutan umum meningkat pesat, terutama karena geliat ekonomi dan perdagangan yang mulai tumbuh di Garut. Nama “Guntur” diambil dari Gunung Guntur yang berdiri gagah di sebelah barat kota.
Lokasinya dipilih strategis di Tarogong Kidul, berada di jalur lintas utama Bandung–Tasikmalaya, sehingga memudahkan kendaraan AKDP (antarkota dalam provinsi) maupun angkutan kota untuk keluar-masuk. Pada akhir 1980-an hingga awal 2000-an, Terminal Guntur mengalami masa-masa paling sibuk.
Bus-bus menuju Bandung, Tasikmalaya, Cirebon, hingga Jakarta hilir-mudik tanpa henti. Di sisi dalam terminal, deretan loket tiket berjejer, lengkap dengan suara para agen yang menawarkan berbagai tujuan.
Tidak hanya itu, terminal juga menjadi pusat interaksi sosial dan ekonomi. Pedagang asongan menjajakan minuman ringan, kacang rebus, dan dodol khas Garut. Tukang ojek dan becak menunggu penumpang di pintu keluar, sementara porter sibuk mengangkut barang bawaan.
Terminal Guntur kala itu tidak pernah benar-benar tidur—bahkan menjelang tengah malam, selalu ada bus yang datang atau berangkat. Memasuki era 2010-an, pola perjalanan masyarakat mulai berubah. Banyak warga memilih menggunakan kendaraan pribadi atau travel door-to-door, sehingga jumlah penumpang bus sedikit berkurang.
Terminal Guntur pun mulai menghadapi tantangan: beberapa trayek AKDP berhenti beroperasi, sebagian area terminal terlihat lebih lengang di luar jam sibuk. Namun, terminal ini tetap bertahan.
Angkutan kota (angkot) dan bus jurusan tertentu—seperti Bandung, Bekasi, dan Bogor—masih setia beroperasi. Pemerintah daerah juga melakukan beberapa pembenahan, seperti penataan jalur kedatangan dan keberangkatan, perbaikan ruang tunggu, serta penambahan fasilitas kios.
Kini, Terminal Guntur menjadi titik transit penting bagi warga Garut. Tidak hanya melayani perjalanan ke kota besar, terminal ini juga menjadi pusat pergerakan menuju berbagai kecamatan di Kabupaten Garut. Pada musim libur lebaran dan akhir tahun, Terminal Guntur kembali menunjukkan wajah sibuknya.
Bus-bus penuh penumpang, suasana ramai, dan hiruk-pikuk khas terminal terasa seperti masa kejayaannya dulu. Pedagang kaki lima pun ikut merasakan berkahnya, menjual jajanan hingga oleh-oleh bagi para perantau yang pulang kampung.
Pemerintah Kabupaten Garut masih terus berupaya menata terminal ini agar tetap nyaman dan fungsional. Rencana ke depan termasuk memperluas area parkir, menata jalur sirkulasi bus, dan memberikan fasilitas yang lebih ramah penumpang.
Bagi sebagian orang, Terminal Guntur hanyalah titik awal atau akhir sebuah perjalanan. Namun bagi warga Garut, terminal ini adalah bagian dari identitas kota. Ia menjadi saksi bisu pertemuan dan perpisahan, tempat awal rindu dan akhir perjalanan panjang.
Terminal Guntur, dengan segala riuhnya, akan selalu menjadi cerita perjalanan Garut yang tak pernah berhenti bergerak.
Terminal Subang Besebelahan dengan Pasar Modern dan Sirkuit Gerry Mang Subang