Sebagian kecil pramugari Qatar Airways dilaporkan mulai menjalani penerbangan jarak jauh tanpa layover atau singgah di suatu negara beberapa waktu (untuk memulihkan stamina). Selain tanpa istirahat, pramugari Qatar Airways belakangan juga dipaksa untuk menjalani penerbangan jarak jauh tanpa pergantian kru kabin. Singkatnya, mereka bekerja untuk penerbangan pergi pulang (pp). .
Baca juga: Awak Kabin Qatar Airways Gunakan Kostum Hazmat untuk Layani Penumpang
Normalnya, pada penerbangan jarak jauh, maskapai memang diwajibkan menjalani aturan ‘Flight Time Limitations’ (FTL) atau memberi pramugari waktu untuk rehat sejenak di negara tujuan. Adapun penerbangan dari negara tujuan kembali ke negara asal, awak kabin lainnya yang akan menghandle.
Begitu maskapai melakukan penerbangan kembali ke negara yang dimaksud, dimana pramugari telah rehat selama beberapa hari, pramugari yang baru tiba akan menjalani layover dan penerbangan balik akan di-handle oleh pramugari lain. Jadi, selalu ada pergantian di setiap penerbangan jarak jauh; termasuk di dalamnya awak kokpit.
Akan tetapi, di era New Normal akibat wabah Covid-19 ini, Qatar Airways telah diizinkan untuk tak menaati peraturan FTL oleh otoritas penerbangan sipil Qatar. Dalihnya adalah, maskapai mengaku tak nyaman meninggalkan pramugari di negara tujuan, khawatir mereka terpapar virus corona.
Dikutip dari paddleyourownkanoo.com, menurut sebuah sumber, pramugari Qatar Airways mulai menjalani penerbangan tanpa layover dan tanpa pergantian kru alias melakukan penerbangan PP non-stop pada penerbangan 18 jam dari Doha-Manila-Doha.
Beruntung, otoritas Qatar masih mengizinkan pramugari untuk mendapatkan haknya berupa periode ‘horisontal’ dimana mereka diperbolehkan istirahat di pesawat lengkap dengan kasur dan selimut –biasanya hanya ada di pesawat widebody seperti Boeing 777, A350, A380, B747- sekitar lima jam. Dengan begitu, pramugari diharapkan tetap bisa mencapai kondisi prima sekalipun hanya istirahat selama lima jam di dalam pesawat. Bila ditotal, dalam kasus tersebut, pramugari bekerja selama 23 jam.
Baca juga: Imbas Penerbangan Sepi, Bagaimana dengan Gaya Hidup Glamor Pramugari?
Kebijakan FTL yang diberlakukan oleh negara-negara teluk seperti Qatar bisa dibilang cenderung berbeda dengan negara-negara Eropa. Pada umumnya, mereka (negara-negara Eropa) lebih memilih menerbangkan ‘paket’ lengkap berupa pilot dan awak kabin untuk bertugas pada penerbangan kembali ke negara asal ketimbang menjalani kebijakan FTL ala Qatar.
Terlepas dari penyesuaian kebijakan FTL yang dinilai kontroversial, Qatar, dibandingkan maskapai lain di dunia, memang dikenal menerapkan kebijakan ketat untuk menangkal paparan corona di pesawat. Sejak akhir Mei lalu, Qatar Airways diketahui mulai mengikuti jejak maskapai berbiaya rendah (LCC) asal Malaysia, AirAsia, yang mana semua awak kabinnya menggunakan hazmat untuk melindungi awak kabin dan penumpang. Selain hazmat, awak kabin juga dilengkapi dengan alat pelindung diri (APD) lainnya seperti kacamata, sarung tangan, dan masker.