Hari ini, 3 Maret 1974, kecelakaan pesawat terburuk di dunia melibatkan maskapai Turkish Airlines. Kala itu, pesawat Douglas DC-10-10 jatuh akibat pintu kargo di bagian belakang pesawat meledak dan lepas hingga menyebabkan pesawat kehilangan kendali atau mengalami dekompresi eksplosi. Pesawat akhirnya jatuh, sekitar 10 menit setelah lepas landas. Insiden tersebut pun menewaskan 346 orang atau seluru penumpang dan awak kabin.
Baca juga: Lima Kecelakaan Penerbangan Akibat ‘Bird Strike’ Terburuk di Dunia
Dengan jumlah korban tewas sebanyak itu, insiden yang juga dikenal sebagai Ermenonville air disaster atau bencana udara Ermenonville itu pun digadang-gadang akan menjadi kecelakaan pesawat terburuk sepanjang masa atau sebagian orang juga menyebut sebagai kecelakaan terparah dalam sejarah, sebelum akhirnya prediksi tersebut dimentahkan dengan adanya tabrakan dua Boeing 747 di Tenerife, Kepulauan Canaria, Spanyol, 27 Maret 1977, yang menewaskan 583 orang, serta Japan Airlines Flight 123 dengan jumlah korban tewas sebanyak 524 orang
Dilansir dari laman skybrary.aero, Senin, (3/3), berkisar 10 menit setelah lepas landas dari Bandara Orly, Paris, pesawat diketahui terpecah menjadi dua bagian pada layar radar menara pengawas. Anehnya, satu bagian hanya diam di tempat (pada radar) dan bagian lainnya berbelok ke kiri sekitar 280 derajat sebelum, akhirnya menghilang dari radar.
Saat itu, pesawat diketahui tengah berada di ketinggian 11.000 kaki atau 3,352 kilometer di atas permukaan laut. Pada titik itu, tekanan udara disebut sangat tinggi, hampir menyerupai tekanan saat berada di permukaan laut. Usut punya usut, ternyata terpecahnya radar pesawat menjadi dua bagian akibat ledakan yang terjadi dan menyebabkan bagian pintu kargo pesawat bagian belakang terlepas dari pesawat.
Selain itu, insiden yang juga diikuti dengan depressurization atau pengurangan inventory (biasanya flammable gas) dan pengurangan tekanan karena sebab-sebab tertentu tersebut, juga membuat struktur lantai pesawat juga runtuh dan mengakibatkan mesin nomor dua pesawat mati. Dalam momen tersebut, biasanya pilot akan melakukan emergency procedure, salah satunya dengan memakai oxygen mask atau masker oksigen. Pasalnya, dengan berada di ketinggian tersebut, pilot tidak punya waktu lebih untuk tetap ‘bertahan hidup’, berkisar 2 menit, kecuali dengan memakai masker oksigen tadi.
Meskipun pilot sudah melakukan emergency procedure, pesawat tetap tidak bisa diselamatkan karena sudah sulit dikontrol akibat kehilangan daya dan tekanan hingga akhirnya jatuh di Hutan Ermenonville, 37 km timur laut Paris, Perancis, 70 detik kemudian atau total 11 menit lebih setelah lepas landas.
Dari hasil analisis reruntuhan DC-10 menunjukkan bahwa salah satu bagian yang terlepas dalam penerbangan adalah pintu kargo belakang. Kemudian, semua kabel horizontal stabiliser and elevator control yang terletak di bawah lantai DC-10 juga terputus akibat lantai pesawat runtuh. Kabel kontrol yang terputus membuat pilot tidak mungkin menguasai pitch attitude pesawat.
Di samping itu, penyelidik juga menemukan adanya bagian vital pada handle pintu yang tak terpasang. Padahal, dalam buku catatan perawatan menyebutkan bahwa semua bagian sudah terpasang. Hasil investigasi kecelakaan juga mengungkapkan bahwa sebelum lepas landas, pintu kargo tidak terkunci dan dikunci dengan benar serta lampu peringatan pintu belakang kabin pesawat keluar sebelum waktunya karena saklar peringatan yang dipasang tidak tepat.
Baca juga: Hanya Empat Penumpang Selamat, Tragedi JAL 123 Kecelakaan Udara Terburuk di Jepang
Mirisnya, jauh sebelum peristiwa tersebut terjadi, pada tahun 70-an, tim mekanik telah menemukan masalah tersebut dan menuliskannya pada log book maintenance pesawat. Bahkan, tim saat itu memprediksi bila masalah tersebut tak tertangani dengan baik, pesawat mungkin akan mengalami kecelakaan.
Lebih miris lagi, pada tahun 1972, pesawat tersebut juga pernah mengalami masalah pada sistem handle di bagian pintu kargo belakang pesawat. Saat itu, pesawat diklaim telah tertangani dengan baik. Setelah ditelusuri, ternyata, petugas mekanik yang menangani masalah tersebut tidak memahami instruksi dan masalah yang terjadi karena tak menguasai bahasa Inggris dan bahasa Turki. Setelah dua tahun berlalu, pesawat pun akhirnya harus berakhir nahas dan menyebabkan ratusan korban tewas.
Oleh karena itu dalam pengiriman harus lebih memperhatikan barang barang apa saja yang diangkut kedalam pesawat karena dari setiap barang yang kita bawa atau angkut ke dalam pesawat memiliki cara penanganan yang berbeda beda