Pada hari ini, 64 tahun yang lalu, bertepatan dengan 4 Januari 1958, satelit buatan manusia pertama di dunia, Sputnik 1, keluar dari orbit, terbakar di atmosfer, dan jatuh ke bumi. Total, satelit buatan Uni Soviet tersebut berhasil menyelesaikan 1440 orbit bumi dan menempuh jarak sekitar 70 juta km sejak satelit buatan pertama di dunia itu diluncurkan dan memasuki orbit pada 4 Oktober 1957.
Baca juga: Satelit AS Temukan Pesawat MH370 di Hutan Kamboja! Cina dan Rusia Turun Tangan
Dilansir Space.com, ketika itu, tidak ada yang percaya bahwa Uni Soviet berhasil meluncurkan satelit buatan pertama, Sputnik 1. Terlebih Amerika Serikat (AS). Ketika publik beranggapan bahwa teknologi AS lebih unggul dibanding Uni Soviet.
Karenanya, ketika Sputnik 1 berhasil diluncurkan dan masuk orbit bumi, itu secara tidak langsung telah memulai era antariksa atau era luar angkasa dunia dan secara khusus telah menabuh genderang perlombaan eksplorasi ruang angkasa AS-Uni Soviet.
Sejak 6 Desember tahun 1999 sampai saat ini melalui resolution 54/68, tanggal peluncuran satelit buatan manusia pertama di dunia terus diperingati oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk membuka atau memulai Pekan Antariksa Dunia atau World Space Week (WSW) setiap tahunnya sampai tanggal 10 Oktober.
Saat masih dalam proses pengembangan, aura Perang Dingin antara AS dan Uni Soviet sudah jelas terlihat. Betapa tidak, antara AS dan Uni Soviet saling menebar psywar dan cenderung berlomba meluncurkan satelit buatan pertama di dunia.
Pada 17 Desember 1954, kepala roket Soviet Sergei Korolev mengusulkan rencana pengembangan satelit buatan kepada Menteri Industri Pertahanan, Dimitri Ustinov. Pada tanggal 29 Juli 1955, Presiden AS Dwight D. Eisenhower mengumumkan melalui sekretaris persnya bahwa selama Tahun Geofisika Internasional (TGI) AS akan meluncurkan satelit buatan manusia pertama.
Empat hari kemudian, Leonid I. Sedov, fisikawan Soviet terkemuka yang pada akhirnya dikenal sebagai pencipta atau pembuat Sputnik 1, mengumumkan bahwa mereka juga akan meluncurkan satelit buatan pertama. Pada 8 Agustus, Politbiro Partai Komunis Uni Soviet menyetujui proposal untuk membuat satelit buatan.
Sputnik 1 memiliki lima tujuan ilmiah utama; menguji metode penempatan satelit buatan ke orbit Bumi; memberikan informasi tentang kepadatan atmosfer dengan menghitung masa hidupnya di orbit; uji radio dan metode optik pelacakan orbital; menentukan efek perambatan gelombang radio melalui atmosfer; dan, memeriksa prinsip tekanan yang digunakan pada satelit.
Satelit buatan manusia, Sputnik 1, berbentuk bola, berdiameter 23 inci (58 sentimeter) dan diberi tekanan dengan nitrogen. Satelit ini mempunyai empat antena radio yang membuntuti di belakang tubuh bulat pesawat ruang angkasa itu.
Ini memastikan bahwa satelit mentransmisikan sinyal radio secara merata ke segala arah terlepas dari rotasinya. Dua di antaranya memiliki panjang 7,9 kaki (2,4 meter), dan dua lainnya memiliki panjang 9,5 kaki (2,9 meter).
Sputnik 1 berhasil diluncurkan pada tanggal 4 Oktober 1957dengan roket dengan nama yang mirip: Sputnik-PS, dari Baikonur Cosmodrome di Kazakhstan.
Peluncuran Sputnik 1 tidak sepenuhnya berjalan sesuai rencana. Karena booster tidak mencapai kekuatan penuh saat lepas landas, Sputnik 1 akhirnya mengorbit sekitar 310 mil (500 km) lebih rendah dari yang direncanakan.
Meski begitu, Sputnik 1 berhasil mengorbit bumi selama 21 hari, mengelilingi dunia setiap 96,2 menit. Orbit Sputnik 1 dilacak pada bola dunia yang dirancang oleh insinyur NASA Robert Farquhar.
Baca juga: Hari ini, 64 Tahun Lalu, Laika jadi Hewan Pertama yang Meluncur ke Orbit Luar Angkasa
Meski Sputnik 1 adalah proyek antariksa Uni Soviet, tetapi, sebagai satelit buatan manusia pertama yang mengorbit di bumi, ini menjadi agenda bersama bagi ilmuan dunia, tak heran bila ilmuan di seluruh dunia berlomba memantau sinyal dari Sputnik 1 sekaligus melacaknya, sampai akhirnya baterai pemancar habis pada tanggal 26 Oktober 1957, keluar orbit, terbakar di atmosfer, dan jatuh ke bumi pada 4 Januari 1958.
Sputnik 1 diproduksi sebanyak tujuh unit. Saat ini, sisa produksi yang tak digunakan disimpan di berbagai tempat, seperti di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York City, AS, Smithsonian’s National Air and Space Museum di Washington DC, AS, dan Chabot Space and Science Center di Oakland, California, AS.