Metro yang ada di Kairo, Mesir ini tak berbeda jauh dengan CommuterLine (KRL) di Jakarta. Sebab bentuknya sama-sama berupa rangkaian kereta listrik. Kondisi bagian dalam Metro milik Kairo ini pun sama dengan (KRL) di Jakarta. Hanya saja interval kedatangan Metro yang satu dengan yang lainnya lebih bisa diandalkan yakni 5-10 menit sekali bila dibandingkan dengan (KRL).
Baca juga: Punya 2 Ekstensi Baru, Metro Beijing Kukuhkan Jadi Jaringan Kereta Bawah Tanah Terpanjang
Dengan tepatnya jadwal kedatangan Metro ini, membuat para penumpang tidak perlu naik ke atap kereta seperti di negara Afrika lainnya. Selain itu, perjalanan Metro ini pun sama dengan KRL hanya melayani rute lokal saja. Harga tiket untuk sekali perjalanan baik jarak dekat maupun jarak jauh akan dikenakan tarif EGP1 atau sekitar Rp1.500-Rp2.000 lebih murah di bandingkan KRL di Indonesia yang berbeda jarak makin jauh makin mahal harga tiketnya. Sayangnya tiket untuk Metro ini masih berupa karcis bukan berbentuk kartu yang berisi uang elektronik.
Memang bentuk tiketnya hanya berbentuk karcis dan harganya bisa dikatakan murah untuk setiap perjalannya. Namun, karcis tersebut tidak boleh hilang selama Anda dalam perjalanan, apalagi kondisi untuk masuk ke Metro ini cukup berdesakan.
Metro yang menjadi sebuah sistem angkutan cepat di Kairo ini mencakup 3 jalur dengan total panjang rute 77,9 km dan diresmikan tahun 1987. Ketiga jalur ini memiliki panjang berbeda-beda. Jarak dari Helwan menuju El Marg sepanjang 44,3 km, sedangkan jalur 2 dari Shobra El Kheima ke El Mounib berjarak 21,6 km. Jalur ke 3 yakni dari Attaba menuju Al Ahram memiliki jarak terpendek hanya 12 km. Dari awal diresmikan hingga 2017 ini total stasiun yang dilewati Metro ada 61 dan hampir sebagian besar berada di bawah tanah serta jalur menuju Shorba El Kheima melewati bawah tanah dari Sungai Nil.
Dilansir dari Wikipedia, harga karcis Metro ini dari Oktober 2007 lalu EGP1 untuk tiket normal, anak-anak EGP0,75 dan berkebutuhan khusus EGP0,5 hingga Februari 2017 ini dan naik menjadi EGP2 per 24 Maret 2017 untuk tiket normal. Sedangkan untuk anak-anak akan dikenakan EGP1,5 dan yang berkebutuhan khusus dikenakan tarif EGP1.
Uniknya di Metro ini, gerbong perempuan letaknya di tengah yakni gerbong 4 dan 5, berbeda dengan KRL Jakrta yang letak gerbong perempuannya di awal dan akhir. Gerbong ini sebagai pilihan untuk para wanita yang tidak ingin duduk atau berada di sekitaran laki-laki dan berlaku setiap hari dari pagi hingga malam. Sebenarnya pembedaan gerbong khusus perempuan agar para perempuan terlindung dari pelecehan seksual yang dilakukan laki-laki.
Pada setiap gerbong untuk perempuan diberikan tanda biru di setiap stasiun dan tertulis “Khos Lissayyidat” yang artinya khusus perempuan di keretanya. Ini digunakan agar para perempuan yang ingin menaiki Metro di zona perempuan lebih mudah. Walaupun dibedakan, tidak menutup kemungkinan untuk para perempuan berada di dalam gerbong campur selain gerbong khusus perempuan ini.
Metro ini beroperasi dari pukul 05.00 pagi hingga 01.00 pagi esok harinya, namun saat bulan Ramadhan Metro akan beroperasi dari pukul 05.00 pagi hingga 02.00 pagi esoknya. Sedangkan dari pukul 02.00-04.00 digunakan untuk pemeliharaan kereta ini oleh para pekerja.
Sebagai kota yang memiliki 10 juta penduduk ini, Kairo menjadi salah satu kota terbesar di Afrika dan Arab yang memiliki penduduk terpadat. Awalnya sebelum dibangun Metro, kapastias transportasi umum hanya mampu menampung 20ribu penumpang perjam, kemudian setelah pembangunan Metro ini resmi dibuka jumlahnya meningkat menjadi 60ribu penumpang perjamnya.
Tak hanya itu, dengan adanya Metro, justru mengurangi kemacetan yang setiap harinya terjadi di Kairo. Metro ini akan penuh di waktu pagi hari dari pukul 07.00-10.00 saat anak sekolah dan para pekerja berangkat.
Baca juga: Wujudkan SmartCityBike, Slovakia Hadirkan Sepeda Elektrik di Kereta Bawah Tanah
Pembangunan Metro ini awalnya diusulkan oleh Ir. Sayied Abdel Wahed dari Otoritas Kereta Api Mesir pada tahun 1930 silam. Sayangnya ide tersebut tidak terlaksana dengan baik, hingga setelah revolusi Mesir di tahun 1952 ada hal baru untuk pembangunan ini. Dua tahun kemudian tepatnya 1954, para ahli Perancis membuat catatan tentang masa depan transportasi d Mesir tepatnya di Kairo. Setelah itu, beberapa ahli dunia berkumpul di Mesir untuk memikirkan transportasi bawah tanah. Tahun 1956, Uni Soviet mengirimkan ahlinya dan pada 1960, Jepang turut andil dalam pembangunannya serta Perancis negara yang lama menjajah Mesir pun mengirimkan ahli pengaturan transportasi untuk membangun kereta listrik bawah tanah Mesir dan mulai dikerjakan pada 20 September 1970.