Penglaju Jakarta-Bandung pulang pergi (PP) pada era 1980-1990-an siapa yang tidak kenal dengan Perusahaan Otobus (PO) Parahyangan. Boleh dikatakan, PO tersebut merupakan bagian tak terpisahkan dari rute yang sempat menyandang status rute dollar lantaran penumpangnya tak pernah sepi.
Baca juga: RK Kompor, Tonggak Awal Keberhasilan Bus Mesin Belakang Hino di Indonesia
Seperti halnya PO Primajasa saat ini, armada Parahyangan terlihat mendominasi dibandingkan dengan armada milik PO lainnya di rute Jakarta-Bandung PP. Kelas layanannya pun bervariasi, mulai dari ekonomi non air conditioner (AC) hingga Patas AC yang semuanya menggunakan corak warna (livery) serupa.
Corak warnanya mirip dengan corak warna pesawat Garuda Indonesia dan kereta eksekutif Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) pada dekade 1980-an. Armadanya berwarna putih berhias ornamen garis jingga kombinasi merah. Terdapat pula tulisan Parahyangan berwarna biru dengan bentuk huruf (font) khasnya.
Menurut Suparna, mantan penglaju Jakarta-Bandung PP era 1990-an, Parahyangan merupakan PO favorit para penglaju seperti dirinya. PO yang juga disebut Parex atau Parahyangan Express itu terkenal dengan kebersihan dan kenyamanan armadanya.
Khusus untuk layanan Patas AC-nya, Parahyangan juga dikenal dengan kemewahan armadanya. Armada yang digunakan oleh oleh tersebut untuk layanan tertingginya itu sebagian besar adalah Mercedes Benz OH306 German Motor Manufacturing atau “Banteng”.
“Favorit mah Parex zaman itu, mobilnya banyak, tapi yang mau naik banyak, jadinya berebut, apalagi kalau musim liburan. Di Terminal Cililitan [Jakarta] atau Kebon Kalapa [Bandung] sama. Mobilnya bersih, mau AC atau enggak AC juga sama, enggak ugal-ugalan juga. Patas AC-nya juga mewah, sering setel film,” katanya.
Parahyangan juga sempat mengoperasikan unit bus yang terbilang unik. PO tersebut sempat mengoperasikan Mercedes Benz O306 bermesin belakang dari GMM yang populasinya terbilang sedikit. Seperti diketahui, unit Mercedes Benz O306 yang juga disebut sebagai “Goyobod” biasanya bermesin depan.
Unit tersebut bertahan sampai dengan pertengahan 1990-an untuk layanan ekonomi non-AC bersama Mercedes Benz 0306 bermesin depan yang juga dimiliki Parahyangan. Walaupun identik dengan unit bus kota dan terlihat sederhana, penggunaan unit tersebut nyatanya tak membuat Parahyangan ditinggalkan para pelanggannya.
Jalur yang dilintasi oleh Parahyangan adalah jalur lama Jakarta-Bandung melewati Tol Jakarta-Bogor-Ciawi (Jagorawi), Puncak, Cianjur, Padalarang, Cimahi/Tol Padalarang-Cileunyi (Padaleunyi), hinga Bandung. Namun, khusus akhir pekan atau musim liburan kerap dialihkan melalui Sukabumi, Jonggol, atau Purwakarta via Tol Jakarta-Cikampek lantaran padatnya kawasan Puncak.
“Asik pokoknya naik bus Jakarta-Bandung zaman itu mah, belum lewat tol, meliuk-liuk di Puncak, berkabut, dingin. Istirahatnya di Cipanas, restoran Roda. Naik yang enggak pakai AC rasanya juga enggak masalah,” tutur Kosasih.
Tidak diketahui pasti kapan Parahyangan pamit undur diri dari rute Jakarta-Bandung. Namun yang jelas, PO tersebut namanya mulai meredup setelah menggunakan sasis Nissan RB pada akhir dekade 1990-an pascakrisis 1998.
Sementara itu, menurut Kosasih pada saat yang sama, hadir PO Bintang Permata Sari dan PO Bintang Kedjora yang menggebrak lewat unit-unit terbarunya. Unit tersebut menawarkan layanan yang sebelumnya hanya terdapat pada layanan antarkota antarprovinsi (AKAP) jarak jauh seperti bantal, minuman, tisu, televisi 21 inci, toilet, ruang merokok, hingga telepon.
“Bintang Kedjora itu dulu ada teleponnya, minta jemput enggak perlu ke wartel [warung telepon] atau cari telepon umum jadinya. Keren banget lah, audio-nya juga macam bioskop, suaranya mantap. Bersih banget busnya kalah Parex mah. Penumpang Parex pada lari ke situ,” ujarnya.
Baca juga: Masstrans, Bus Kota dengan Pramugari di Jakarta
Setelah tak lagi melayani rute Jakarta-Bandung, Parahyangan fokus pada layanan antarjemput karyawan di kawasan industri sekitar Jakarta. Dalam perkembangannya, PO tersebut akhirnya berganti nama menjadi Putra Parahyangan lantaran perubahan manajemen pengelola. (Bisma Satria)