Tak hanya manusia yang butuh pertolongan saat terjadi musibah atau tragedi yang tidak diduga, tapi transportasi kereta api juga butuh kereta penolong jika mengalami Peristiwa Liar biasa Hebat (PLH) yang sewaktu-waktu menimpa. Ya, keberadaan kereta penolong ini ternyata punya sejarah panjang sejak era kolonial Belanda.
Dulu, kereta penolong ini menggunakan jenis gerbong bekas angkutan barang yang didesain khusus dengan warna yang berbeda. Warna yang identik kuning tersebut, mencerminkan bahwa gerbong tersebut ‘diperlakukan’ secara khusus jika adanya musibah atau kecelakaan kereta api.
Pastinya barang bawaan didalam kereta penolong tersebut sangat lengkap, yakni peralatan khusus untuk menanggulangi akibat musibah yang sewaktu-waktu terjadi. Nah, gerbong penolong atau NR ini tentu berkaitan erat dengan awal mula si ulat besi beroperasi di Indonesia.
Jalur Semarang – Tanggung merupakan lintas pertama di tahun 1867. Kemudian berkembang hingga Solo dan Yogyakarta. Adapun Balai Yasa Yogyakarta (Pengok) posisinya berada di sisi utara Stasiun Lempuyangan. Inilah stasiun kereta api pertama di Ngayogyakarta Hadiningrat yang mulai beroperasi tahun 1872 sebagai terminus.

Balai Yasa Pengok mulai beroperasi tahun 1914 yang saat itu dimiliki oleh perusahaan kereta api swasta bernama Nederlandsh Indische Spoorweg Maastschaapij (NISM). Lalu NISM membuat atau mengadakan kereta penolong atau gerbong NR khusus untuk melakukan pertolongan ketika terjadi PLH.
Gerbong NR telah mengambil banyak peran untuk pertolongan kereta api yang mengalami PLH. Beberapa diantaranya adalah Tragedi Kebasen yang terjadi pada tahun 1981. Waktu itu terdapat rangkaian kereta api mengalami ‘adu banteng’ antara kereta api (KA) Senja IV dengan KA Maja (cikal bakal sebagai KA Matarmaja) dekat dengan lembah Sungai Serayu.
Saat itu gerbong NR dikirim dari Balai Yasa Pengok menuju lokasi kejadian antara petak Stasiun Kebasen dengan Stasiun Notog tersebut. Sejarah mencatat bahwa gerbong NR ini menjadi peran penting dalam menanggulangi PLH pada Tragedi Kebasen pada Januari 1981.
Beberapa tahun berikut, tepatnya pada 19 Oktober 1987, peran gerbong NR pun tak luput dari tugasnya sebagai sarana penolong PLH Tragedi Bintaro. Namun gerbong NR ini didatangkan langsung dari Balai Yasa Manggarai yang saat itu juga tersedia sarananya.
Diketahui Tragedi Bintaro merupakan tragedi terbesar dalam sejarah kecelakaan kereta api di Indonesia yang terjadi di Pondok Betung, Bintaro, Jakarta Selatan. Dalam kejadian ada dua rangkaian KA Lokal Rangkasbitung bernomor 225 jurusan Stasiun Jakarta Kota bertabrakan (adu banteng) dengan KA Patas Merak bernomor 220 tujuan Merak.
Dalam kecelakaan tersebut memakan korban sangat banyak, yakni hingga 150 korban yang meninggal dunia. Dalam kecelakaan tersebut evakuasi dilakukan dengan mengirim kereta penolong dari Balai Yasa Manggarai. Kereta penolong tersebut melakukan pembersihan sisa-sisa rangkaian kereta yang mengalami kecelakaan maut tersebut.
Berbagai peran penting kereta penolong memang sudah dijalankan sejak era Kolonial Belanda. Bahkan hingga kini tiap wilayah Daerah Operasi (Daop) sudah memiliki kereta penolong. Ini berguna agar jika terjadi PLH atau anjlok di wilayah tertentu, pengiriman kereta penolong bisa cepat dikirim dan ditangani.
Saat ini kereta penolong jenisnya ada yang menggunakan bekas kereta api penumpang biasa maupun jenis Kereta Rel Diesel (KRD). Selebihnya gerbong NR yang menggunakan bekas angkutan barang sudah jarang dipakai. Bahkan kebanyakan gerbong tersebut sudah dipamerkan di Museum Kereta Api di Ambarawa dan Taman Mini Indonesia Indah.
