Pernahkah Anda melihat gerobak yang berjalan di atas rel saat Anda menyambangi salah satu pabrik gula terbesar di Yogyakarta, Madukismo? Ya, Lori merupakan salah satu alat transportasi yang digunakan untuk mengangkut tebu saat musim giling tiba.
Apabila kita mengacu kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), definisi dari kata Lori itu adalah gerobak yang berjalan di atas rel. Memang, bentuk dari Lori ini seperti kerangka gerbong kereta tanpa atap yang memiliki tiang penyekat pada bagian sisinya. Lori ditarik oleh sebuah lokomotif. Bentuk dari Lori inilah yang memudahkan petani untuk mengangkut tebu ke pabrik gula.
Dibangun Tahun 1897, Jalur Kereta Lori Pertama di Indonesia Hubungkan Manggarai-Pulomas
Pada era 90-an, khususnya di daerah Yogyakarta, masih banyak lori yang dapat kita jumpai di daerah Madukismo. Lori-lori ini, dulunya, biasa digunakan untuk mengangkut hasil panen dari perkebunan tebu di seluruh daerah sekitaran Yogyakarta menuju pabrik gula Madukismo. Keberadaan Lori di Yogyakarta mulai tersisihkan karena perkembangan jaman. Pabrik gula lebih memilih untuk menggunakan truk sebagai alat pengangkut tebu ketimbang Lori. Perkembangan jaman seperti inilah yang membuat popularitas Lori mulai menurun.
Namun, dibalik merosotnya nama lori sebagai alat pengangkut tebu, masyarakat Yogyakarta kemudian mengalih-fungsikan Lori sebagai salah satu fasilitas wisata edukasi di kawasan pabrik gula Madukismo. Tentu saja Lori yang digunakan bentuknya tidak seperti pada jaman dulu. Sudah banyak perubahan pada kereta tebu ini, seperti gerbong yang didesain sedemikian rupa sehingga pengunjung dapat duduk nyaman selama melakukan tur ini. Pabrik gula Madukismo sendiri berada Padokan, Tirtonirmolo, Bantul, Yogyakarta.
Lain Yogyakarta lain pula dengan Ibu Kota. Keberadaan Lori di Ibu Kota merupakan salah satu inovasi yang dilakukan oleh masyarakat di seputaran Kampung Bandan. Di wilayah yang padat penduduk ini terdapat rel yang menghubungkan Stasiun Tanjung Priok dan Stasiun Kota. Namun sayangnya jalur ini sudah tidak terpakai. Melihat sarana yang mulai terbengkalai ini, warga Kampung Bandan kemudian menciptakan suatu alat transportasi yang murah meriah. Mereka membangun Lori yang memiliki kapasitas 4 hingga 6 penumpang.

Tanpa melenceng dari definisinya di KBBI, Lori di sini berbentuk seperti gerobak yang terbuat dari susunan kayu yang berjalan di atas sebuah rel. roda yang digunakan adalah roda besi yang memungkinkan Lori untuk berjalan di atas rel terbengkalai ini. Sebelum menjadi sebuah alat transportasi, Lori digunakan untuk mengangkut drum air untuk keperluan warga sekitar sehari-hari. Namun lama kelamaan, Lori beralih fungsi untuk alat transportasi warga sekitar.
Selain memudahkan warga sekitar, keberadaan Lori di sini pun digunakan oleh warga sebagai salah satu peluang untuk mencari nafkah. Dengan tarif yang bisa terbilang murah, warga sekitar lebih memilih untuk naik Lori daripada naik ojek. Dengan tarif terjauh (Pangkalan Lori yang tidak jauh dari stasiun Kota) menuju Pasar Nalo sebesar Rp 15.000, dan tarif terdekat sebesar Rp 5.000, penumpang masih bisa menawar harga tersebut. Hal inilah yang membuat Lori menjadi pilihan bagi warga sekitar.
Berbeda dengan Lori yang berada di Yogyakarta, Lori di Kampung Bandan ini didorong menggunakan tenaga manusia, jadi siapa saja yang mendorong Lori ini, akan mendapat upah dari jerih payahnya mendorong kereta yang sudah beralih-fungsi ini.