Pandemi corona telah benar-benar mendorong teknologi untuk hadir di berbagai lini, tak terkecuali bandara. Tak lama setelah Corona menyebar luas di Cina dan Timur Tengah, hampir seluruh bandara-bandara di kedua wilayah tersebut dan bandara lainnya di seluruh dunia berlomba-lomba untuk melengkapi ‘gerbang’ masuknya wisatawan dari seluruh dunia dengan thermal screening (thermal scanner).
Baca juga: Timeline Teknologi Body Scanner di Bandara, dari Isu Gender Hingga Cegah Corona
Akan tetapi, selama masa pandemi virus Cina, thermal screening memang kerap menuai pro-kontra. Banyak kalangan yang kemudian mempertanyakan kemampuan teknologi yang dikembangkan mulai tahun 2017-an tersebut.
Pasalnya, di beberapa kasus, penumpang yang jelas-jelas mengalami demam, kemudian mengkonsumsi obat demam sebelum melewati thermal scanner, dapat dengan mudah melalui titik-titik pemeriksaan tanpa sedikit pun halangan.
Terlebih, sekalipun penumpang yang mengidap demam tidak mengkonsumsi obat untuk melewati titik pemeriksaan thermal scanner, di banyak kasus, pasien positif corona justru ditemukan tanpa ada gejala apapun, seperti batuk, demam, atau bahkan sesak pernapasan. Sekilas, 100 persen terlihat sangat sehat. Namun, setelah dites, baik tes pertama maupun tes konfirmasi atau confirmation test, pasien tersebut dinyatakan mengidap corona.
Oleh sebab itu, dalam penggunaannya (thermal scanner) terhadap Covid-19, kemampuan teknologi tersebut untuk menangkal corona mungkin membutuhkan pengembangan lanjutan agar benar-benar bisa menangkal jauh lebih baik dari apa yang sudah dilakukan selama masa pandemi corona belakangan ini. Bebagai persoalan itulah yang kemudian, sedikit banyaknya, mendasari Bandara Heathrow, London, Inggris, dan bandara lainnya di Negeri Ratu Elizabeth tersebut untuk tidak menyediakan thermal scanner.
Seperti dikutip dari Simple Flying, dalam sebuah wawancara di The Times, CEO Bandara Heathrow, John Holland-Kaye coba menjelaskan mengapa pihaknya tidak memasang thermal scanner. Namun, sebelum itu, secara prinsip, ia sebetulnya dapat memahami keraguan penumpang yang mungkin berpikir mereka berangkat dengan melewati thermal scanner dan tiba di bandara tujuan (Bandara Heathrow) tanpa melaluinya kembali.
Menurut John, sebetulnya, penggunaan thermal scanner di bandara-bandara di seluruh dunia hanya membantu untuk memberikan kepastian (keamanan terhadap virus corona) yang pada akhirnya memberikan keyakinan lebih hingga berujung pada rasa nyaman selama dalam penerbangan. Tetapi, dalam kaitannya dengan pencegahan, hal tersebut tidak sepenuhnya terjadi.
Baca juga: Cegah Virus Cacar Monyet di Indonesia, Beberapa Bandara Siapkan Thermal Detector
Guna membuktikan hal itu (thermal scanner tak sepenuhnya dapat menangkal corona), baru-baru ini sebuah tes dilakukan pada sekelompok orang yang terinfeksi di Islandia. Hasilnya, para peneliti menemukan bahwa 50 persen dari mereka yang diuji tidak menunjukkan gejala apapun. Otomatis, begitu mendekati thermal scanner, mereka akan melaluinya dengan mudah.
Maka dari itu, dengan berbagai kekurangan tersebut, serta berkaca pada pengalaman, dimana virus cacar monyet pada 28 April 2019 lalu sempat membuat banyak otoritas bandara memperketat pengawasan dengan thermal scanner dan tak dilanjutkan ketika wabah tersebut sirna, besar kemungkinan teknologi tersebut tidak akan menjadi salah satu mekanisme baru yang wajib dilakukan pasca corona usai.