Angin bukanlah yang berhembus membuat situasi yang panas menjadi adem. Angin yang satu ini merupakan nama pelabuhan terbesar di Pulau Nias, Sumatera Utara tepatnya di Gunungsitoli
Nama Pelabuhan Angin mungkin terdengar sederhana, namun pelabuhan ini menyimpan sejarah panjang sebagai salah satu titik penting dalam jalur perdagangan laut di masa lalu. Bagi masyarakat pesisir, Pelabuhan Angin bukan sekadar tempat sandar kapal, melainkan juga pusat aktivitas ekonomi yang menghubungkan daratan dengan berbagai wilayah lain.
Hinterland pelabuhan ini menghasilkan komoditas karet, kelapa dan minyak nilam. Selain itu terdapat daerah kunjungan wisata pantai Lagundri, Kabupaten Nias Selatan yang merupakan salah satu pantai terbaik didunia untuk olahraga selancar air.
Letaknya yang strategis di tepi laut dengan ombak relatif tenang membuatnya cocok menjadi pelabuhan tradisional. Memiliki alur panjang open sea kedalaman 11-12 mlws- Luas Kolam Open sea kedalaman 9-11 mlws.
Secara morfologi, Pelabuhan Angin terletak di daerah dataran rendah dengan pantai yang sempit. Sedangkan di sebelah Barat, terdapat puncak bukit dengan ketinggian 184 meter.
Bahkan, keadaan hidro-oseanografi kawasan sekitar adalah landai dan banyak ditumbuhi pohon kelapa. Dasar laut sekitar kawasan Pelabuhan Angin sendiri cukup terjal dan terdiri dari lumpur karang dan lumpur pasir.
Kemudian, posisi berlabuh ditetapkan di Pelabuhan Lama Gunungsitoli yang jaraknya lebih kurang dua kilometer dari Pelabuhan Angin. Pelabuhan ini mampu disandarkan kapal dengan bobot total kapal didermaga adalah 6.000 DWT dengan draft 7 meter, panjang kapal maksimum 90 meter.
Untuk diketahui, pada masa Kolonial Belanda Pelabuhan Gunungsitoli yang terletak di Moawo (1864). Kemudian pelabuhan ini dipindahkan ke dalam pusat kota yang terletak di Kelurahan Pasar (1926) dan pada tahun 1980 pelabuhan Gunungsitoli kembali dipindahkan di Kelurahan Labuhan Angin.
Pada kolonial, pelabuhan ini menjadi persinggahan kapal layar dan perahu dagang yang membawa hasil bumi, ikan, hingga kebutuhan pokok dari luar daerah. Seiring berkembangnya aktivitas perdagangan, Pelabuhan Angin turut menjadi pusat pertemuan masyarakat pesisir.
Hingga akhirnya, pasar rakyat tumbuh di sekitar pelabuhan, menjadikannya simpul ekonomi sekaligus ruang sosial bagi para pedagang dan nelayan.
Pelabuhan ‘Penawar Rindu’, Cermin Perasaan Perantau di Kala Pulang Kampung
