Ada kabar bahwa Kementerian Perhubungan akan membangun terminal bus tipe A di Demak, Jawa Tengah. Pembangunan ini merupakan salah satu upaya peningkatan pelayanan transportasi jalan. Rencananya pembangunan yang akan menghabiskan dana sekitar Rp3,5 miliar tersebut akan selesai dalam waktu tiga tahun.
Baca juga: Jejak Sejarah Stasiun Muntilan, Kini Berubah Jadi Terminal Bus Prajitno
Berangkat dari kabar ini, ternyata tidak hanya bandara dan stasiun yang memiliki kelas atau tipe. Ternyata terminal juga punya tipe tersendiri untuk melayani bus dan angkutannya. KabarPenumpang.com merangkum dari berbagai laman sumber, bahwa tipe terminal sendiri terbagi tiga yakni A, B dan C.
Kini yang jadi pertanyaan, apa perbedaan ketiga terminal ini? Pembagian tipe terminal sendiri ternyata dipisahkan kewenangannya menjadi milik Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah. Pembagian ini juga didasari UU No.23/2014 tentang Pemerintah Daerah yang hanya membagi berdasarkan kewenangan pengelolaan terminal. Untuk menelisiknya lebih lanjut, berikut ini akan dibahas perbedaan dari tiga tipe terminal bus.
Terminal penumpang tipe A
Terminal tipe A ini juga disebut terminal induk yang berfungsi melayani kendaraan umum baik secara nasional maupun internasional seperti angkutan antarkota antarprovinsi atau angkutan lintas batas negara, angkutan antar kota dalam provinsi, angkutan kota dan angkutan pedesaan.
Biasanya terminal tipe A terletak di ibu kota Provinsi, Kotamadya atau Kabupaten dan terletak di jalan arteri dengan kelas jalan minimal kelas IIIA. Jumlah arus kendaraannya 50-100 per jamnya, memiliki luas 5 hektar di Pulau Sumatera dan Jawa, serta 3 hektar di pulau lainnya. Memiliki akses jalan masuk di Pulau Jawa 100 meter dan 50 meter untuk pulau lainnya. Penentuan lokasi pembangunannya pun dilaksanakan Direktur Jenderal setelah mendengar pendapat Gubernur.
Terminal penumpang tipe B
Terminal ini juga biasa disebut dengan terminal regional yang melayani kendaraan umum untuk angkutan antar kota dalam provinsi, angkutan kota dan angkutan pedesaan. Terminal tipe B sendiri letaknya di Kotamadya atau Kabupaten dan mencakup jaringan trayek angkutan kota dalam provinsi. Terletak di jalan arteri dengan kelas sekurang-kurangnya kelas IIIB. Memiliki jumlah arus kendaraan 25-50 per jamnya.
Terminal tipe ini memiliki luas di Pulau Jawa dan Sumatera seluas 3 hektar dan dipulau lainnya 2 hektar. Terminal tipe B memiliki akses masuk dengan jarak 50 meter untuk Pulau Jawa dan 30 meter untuk pulau lainnya. Penentuan lokasi pembangunannya pun dilakukan oleh Gubernur setelah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal.
Terminal penumpang tipe C
Terminal tipe C bisa dikatakan sebagai subterminal yang melayani kendaraan umum kelas kecil seperti angkutan kota dan angkutan pedesaan. Letaknya di dalam wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II dan dalam jaringan trayek angkutan desa, tak hanya itu terminal tipe C juga berada di jalan lokal dengan kelas jalan paling tinggi IIIA. Arus kendaraannya pun tak banyak hanya 25 per jamnya. Sedangkan luas dan akses jalan masuk ke terminalnya pun tergantung kebutuhan Kabupaten itu sendiri. Untuk penentuan lokasi dan letaknya dilaksanakan oleh Bupati Kepala Daerah/Walikotamadya Daerah Tingkat II setelah mendapat persetujuan Gubernur.
Baca juga: Wales Bangun Terminal Bus Terpadu, Sinergikan Ritel dan Perkantoran
Meski ada pembagian, terminal tipe A dan B minimal harus memiliki jalur pemberangkatan kendaraan umum, jalur kedatangan kendaraan umum, tempat tunggu kendaraan umum, tempat istirahat sementara kendaraan umum, bangunan kantor terminal tempat tunggu penumpang atau pengantar, menara pengawas, loket penjualan karcis, rambu-rambu dan papan informasi, yang memuat petunjuk jurusan, tarif dan jadwal perjalanan, pelataran parkir kendaraan pengantar dan taksi.
Selain itu juga harus dilengkapi dengan toilet, musholla, kios/kantin, ruang pengobatan, ruang infromasi dan pengaduan telepon umum serta tempat penitipan barang
Taman. Adapula kegiatan sirkulasi penumpang, pengantar, penjemput, sirkulasi barang dan pengelola terminal.