Roket SpaceX digadang-gadang bakal meluncur dari Indonesia, tepatnya di Biak. Kabar tersebut berhembus usai Presiden Joko Widodo menawarkan wilayah di utara Pulau Papua itu ke CEO SpaceX, Elon Musk, belum lama ini.
Baca juga: Eks Instruktur Pilot Asal Jepang Jadi Penumpang Internasional Pertama SpaceX
Dirunut ke belakang, sebetulnya, rencana menjadikan Biak sebagai bandar antariksa atau lokasi peluncuran roket pembawa satelit sudah menggaung sejak tahun lalu. Dikutip dari The Conversation, Kepala Lapan, Thomas Djamaluddin, mengungkap, alasan menjadikan Biak sebagai lokasi peluncuran tentu bukan tanpa pertimbangan.
Disebutkan, Biak merupakan satu dari beberapa wilayah di dunia yang berada atau di dekat garis khatulistiwa (ekuator).
Selama ini, hanya ada dua bandar antariksa (spaceport) di dunia yang terletak dekat dengan khatulistiwa, yakni Pusat Antariksa Guyana Eropa di Guyana Perancis, berada sekitar 5 derajat di atas ekuator, dan Pusat Antariksa Alcantara Brasil sekitar 2 derajat di bawahnya. Keduanya berada di Amerika Selatan dan di bawah militer.
Karenanya, bila Biak benar-benar bisa menjadi bandar antariksa pada 2024 mendatang, hal itu akan menjadikannya sebagai lokasi peluncuran satelit non-militer pertama dan satu-satunya di Pasifik dan satu-satunya yang paling dekat dengan ekuator di kisaran 1 derajat di bawahnya. Selain itu, bila rencana itu terwujud, baik dengan dukungan SpaceX maupun investor lainnya, Biak akan jadi bandar antariksa pertama di Indonesia.
Akan tetapi, Biak rupanya bukan satu-satunya calon lokasi bandar antariksa di Indonesia. Di luar itu, ada dua wilayah lain yang juga cukup potensial, yakni Pulau Morotai di Maluku Utara dan Pulau Enggano di Bengkulu, provinsi di barat daya Sumatera. Hanya saja, Biak merupakan yang paling dekat dengan ekuator.
Peluncuran satelit orbit rendah dari ekuator diketahui masih cukup jarang terjadi. Padahal, peluncuran dari ekuator diklaim bakal lebih murah dibanding peluncuran dari lokasi di luar wilayah yang dekat dengan ekuator. Sebab, bila diluncurkan jauh dari ekuator, roket membutuhkan manuver lebih untuk bisa menyesuaikan kemiringan orbit dari ekuator sesaat setelah memasuki ruang angkasa.
Meski demikian, tak semua satelit ideal untuk diluncurkan dari bandar antariksa yang dekat dengan khatulistiwa (red: Biak). Hanya satelit orbit rendah (sekitar 2.000 km atau kurang dari itu) saja cocok untuk diluncurkan dari sini. Satelit ini (orbit rendah) bagus untuk transmisi data karena memiliki latensi yang lebih rendah. Mereka juga dapat digunakan untuk komunikasi dan penelitian cuaca.
“Untuk satelit ekuator orbit rendah seperti untuk komunikasi dan meteorologi, akan jauh lebih murah untuk meluncurkannya dari ekuator,” jelas Thomas.
“Peluncuran dari ekuator masih sangat jarang, hanya ada di Guyana dan Alcantara, tapi sejauh ini belum ada di kawasan Pasifik. Ini peluang pelabuhan antariksa Biak,” tambahnya.
Baca juga: Satelit GPS III Generasi Ke-4 Buatan Lockheed Martin Resmi Meluncur, Ini Deretan Manfaatnya
Terlepas dari kehadiran SpaceX atau roket-roket internasional lainnya dalam peluncuran roket di Biak, Papua, di masa yang akan datang, sebetulnya, di tataran internal, Indonesia memang akan sangat diuntungkan dengan kehadiran bandar antariksa skala besar.
Selama ini, Indonesia selalu meluncurkan satelir di luar negeri. Pada tahun 1976, satelit komunikasi pertama Indonesia, Palapa, diluncurkan dari Pusat Antariksa Kennedy di AS. Setelahnya, tiga satelit mikro terakhir LAPAN juga diluncurkan di luar negeri, tepatnya dari Pusat Antariksa Satish Dhawan India pada 2007, 2015, dan 2016.