Magetan. Ya, inilah stasiun kereta api yang berada di wilayah Daerah Operasi (Daop) 7 Madiun. Stasiun ini memiliki fasilitas dasar yang memadai, seperti ruang tunggu, loket tiket, dan area parkir. Selain itu, beberapa layanan kereta api yang berhenti di stasiun ini menghubungkan Magetan dengan kota-kota lain di Pulau Jawa, seperti Madiun, Yogyakarta, dan Surabaya.
Meski stasiun ini masih menjadi sorotan akibat insiden kecelakaan kereta api dengan pengendara bermotor di perlintasan Magetan, namun ternyata stasiun ini punya riwayat sejarah yang panjang. Stasiun ini juga telah diubah namanya yang semula bernama Stasiun Barat. Kita ulas disini, yuk.
Stasiun Magetan dibangun pada masa kolonial Belanda dengan nama Stasiun Barat. Pada awalnya, stasiun ini didirikan untuk mendukung pengangkutan hasil pertanian dan perdagangan di wilayah Magetan dan sekitarnya. Seiring berkembangnya zaman, stasiun ini semakin ramai digunakan sebagai pusat mobilitas masyarakat.
Pembangunan jalur rel kereta api yang menghubungkan Madiun-Paron (sekarang Stasiun Ngawi)-Sragen-Solo Balapan sejauh sekitar 97 km yang dibangun pada 1883-1884 dan direnovasi pada era 1930-an. Semakin padatnya aktifitas operasional pengangkutan bahan baku tebu dan hasil produksi gula dari PG Poerwodadie, pabrik gula yang dibangun tahun 1832 berjarak sekitar 5 km dari Stasiun Barat milik Nederlandsche Handel Maatschapij (NHM).
Diketahui, setiap infrastruktur yang dibangun pemerintahan Hindia Belanda, umumnya untuk dua kepentingan, yaitu untuk kepentingan militer atau ekonomi, khususnya jalur distribusi hasil dari alam yang dikeruknya, baik dari pertambangan, perkebunan, pertanian dan lain-lainnya.
Begitu juga dengan pendirian stasiun Barat yang sudah pasti dirancang jauh-jauh hari juga, setidaknya untuk mendukung operasional dua aset penting pemerintahan penjajah Hindia Belanda di sekitarnya, yaitu Pabrik Gula Poerwodadie, PG Rejosari dan Lanud Iswahyudi.
Posisi dan peran Stasiun Barat cukup strategis dalam perang Asia Pasifik, khususnya bagi pasukan dan alutsista perang milik sekutu yang bermarkas di Lanud Iswahyudi, karena satu-satunya jalur suplai bahan bakar menuju ke pangkalan militer ini hanya bisa melalui persimpangan jalur kereta di stasiun Barat dan sudah pasti kontrol operasionalnya juga ada di dalam Stasiun Barat.

Perkembangan jalur kereta api yang semakin maju, membuat Stasiun Barat berubah total di tahun 2015. Bangunan lama stasiun, termasuk bangunan utama yang ikonik, gudang dan bangunan-bangunan pendukung lainnya dirobohkan tanpa sisa, karena terkena proyek penambahan jalur rel kereta.
Sedangkan bangunan baru yang menggantikan fungsi bangunan lama dibangun dengan gaya artistik modern, jauh lebih besar dan megah. Sayangnya, sama sekali tidak meninggalkan jejak arsitektur bangunan lama yang tentu saja memberi kenangan mendalam pada masyarakat sekitar, termasuk saya dan juga teman-teman masa kecil.
Penggantian nama tersebut merupakan usulan Pemerintah Daerah setempat dengan maksud mengenalkan wilayah Magetan bagi penumpang kereta api jarak jauh yang melintas. Perlu diketahui, Stasiun Magetan ini tidak serta merta lokasinya dekat dengan Pusat Kota Magetan.
Begitu turun kereta tidak langsung sampai Kota Magetan. Melainkan masih ada jarak 20 km lagi yang harus ditempuh untuk bisa menuju pusat kota. Secara jarak, Stasiun Magetan beda dengan Gubeng, Jombang, Mojokerto, Madiun, Yogyakarta, Gambir yang terletak di pusat kota. Stasiun Barat digantikan dengan Stasiun Magetan.
Stasiun Barat Jadi Stasiun Magetan, Ternyata Pernah Punya Percabangan ke Lanud Iswahjudi