Terbayangkah oleh Anda ada kereta yang bisa menghubungkan Jakarta – Bandung dengan memakan waktu hanya 37 menit saja? Mungkin kabar ini sedikit mengejutkan, tapi inilah yang tengah diusahakan oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo. Namun rencana Jokowi, sapaan Joko Widodo, menempuh banyak rintangan. Diantaranya adalah masalah pembebasan lahan. Hambatan ini terjadi di daerah Purwakarta.
Seperti yang dilansir dari republika.com, Humas PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) Febrianto Aris Wibowo mengatakan pembebasan lahan yang awalnya dijadwalkan selesai pada akhir Desember tahun lalu, namun hingga kini masih ada lahan yang belum dibebaskan. “Seperti di Purwakarta, masih ada 3 desa lagi yang belum tersentuh pembebasan lahan,” katanya pada Selasa, 3 Januari 2017. Ia juga mengutarakan alasan mengapa pembebasan lahan di desa Malangnengah yang merupakan lokasi tambang batu di Kecamatan Plered, Desa Jatiluhur dan Desa Kembang Kuning di Kecamatan Jatiluhur. “Banyak permintaan di atas harga wajar,” tambahnya.
Bahkan, Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Bambang Setyo Wahyudi mengatakan akan Kejaksaan Agung akan mengawal langsung proses pembebasan lahan. Pendampingan langsung ini sejalan dengan Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Selain pembebasan lahan, ada banyak golongan masyarakat yang menolak pengadaan dari kereta cepat ini. Ketua Institut Studi Transportasi, Damaningtyas mengatakan Negara yang membangun kereta cepat akan mempertimbangkan masalah mobilitas. Seperti yang dikutip dari bbc.com, ia mengatakan jalur Bandung-Jakarta sudah dilengkapi dengan jalur kereta dan tol. Damaningtyas juga mengatakan pembangunan kereta cepat ini merupakan proyek timpang, karena pembangunan di luar pulau Jawa masih sangat minim.
Proyek yang melibatkan PT KAI (persero), PT Wijaya Karya (persero), PTPN VIII (persero), dan PT Jasa Marga (persero) sebagai penanam saham ini akan mulai berjalan pada Maret 2017 ini dan direncanakan selesai pada 2019 mendatang. Proses groundbreaking pun sudah dilakukan langsung oleh Jokowi pada awal 2016 silam. Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengungkapkan rencana pembangunan kereta cepat ini sudah ada sejak 2008 silam, namun karena membutuhkan biaya yang tidak sedikit, maka rencana tersebut baru terlaksana belakangan ini.
Direktur Transportasi Bappenas pada tahun 2016 lalu, Bambang Prihartono mengatakan hasrat politik (political-will) yang dimiliki oleh Jokowi-Jusuf Kalla berbeda dengan pemerintahan jaman SBY. Tambahnya, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Bappenas mempunyai target pertumbuhan ekonomi 5-6%. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi dengan target 6% membutuhkan investasi yang besar. “Kalau Indonesia Timur tidak mungkin sebesar itu dengan segala macam keterbatasan. Jadi yang diandalkan itu pulau Jawa. Sehingga perlu investasi besar,” tuturnya di Gedung Bappenas, Jumat, 12 Februari 2016 silam, seperti yang dikutip dari sindonews.com.
Pendapat berbeda dilontarkan oleh orang nomor 1 di Indonesia. “Pembangunan High-Speed Train ini tidak menggunakan APBD, melainkan dari investor,” kata Jokowi, Sabtu, 29 Agustus 2015, seperti yang dilansir dari detik.com. Apabila pembangunan ini menggunakan APBD, tentu saja Jokowi lebih memilih untuk membangun jalur kereta di Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.