Tuesday, October 21, 2025
HomeDaratJejak Kereta Api Masa Kolonial: Stasiun Tulungagung dan Kisah Jalur Cabang Trem...

Jejak Kereta Api Masa Kolonial: Stasiun Tulungagung dan Kisah Jalur Cabang Trem ke Trenggalek dan Tugu

Di Pulau Jawa pada masa era Kolonial Belanda memang banyak sekali pembangunan jaringan jalur kereta api. Pada jalur utama khususnya, banyak memiliki percabangan di setiap stasiun yang berada di kofa-kota besar Pulau Jawa. Gunanya adalah untuk memudahkan masyarakat maupun angkutan barang seperti hasil bumi yang akan dikirim ke berbagai dari kota besar.

Tak hanya Pulau Jawa, diketahui memang Belanda banyak sekali membangun jaringan rel kereta api di wilayah lain, seperti Madura, Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan, tak terkecuali di Tulungagung pada era kolonialisme dulu.

Nah, pada tahun 1939 diperkirakan menjadi tahun terakhir Belanda membangun jalur rel. Hal ini tercatat dalam sejarah pembangunan jalur rel pada masa Netherland-Indische, hingga. Bahkan total panjang keseluruhan jalan rel di Indonesia mencapai 6811 kilometer.

Tentu pembangunannya dilaksanakan beberapa perusahaan pemerintah dan swasta Belanda, seperti Staat Spoorwegen dan Netherland Indische Spoorwegemaatschappi. Selain itu perusahaan kereta api pemerintah kolonial, juga seperti Oost Java Spoorwegemaatschappij, Soerabaja Stoomtram Maatschappij, dan masih banyak lagi sebagai perusahaan swasta.

Jalur kereta api Tulungagung – Trenggalek era Kolonial Belanda. (Foto: Dok. Heritage Kereta Api)

Di Tulungagung sendiri, ternyata banyak sekali jaringan kereta api percabangan di pusat kota tersebut. Baik adanya jalur trem, jalur kereta api utama, maupun jalur kereta api percabangan (jalur simpang). Namun dari tahun ke tahun, jalur-jalur kereta api tidak semakin bertambah, malah semakin berkurang panjangnya.

Jalur kereta api ini memainkan peran vital dalam menghubungkan daerah-daerah pedalaman, termasuk wilayah Tulungagung hingga kecamatan Tugu. Jalur tersebut pertama kali selesai pada tahun 1923 dan dikenal dengan nama “Trem,” kereta berukuran kecil yang menjadi andalan transportasi antarwilayah.

Padahal trem ini tidak hanya berfungsi sebagai alat transportasi, tetapi juga membawa dampak ekonomi besar bagi masyarakat yang berada di sepanjang jalur tersebut. Namun sayangnya, jalur trem ini resmi dinonaktifkan pada 1 November 1932, dan kini hanya meninggalkan jejak sejarah yang tersebar di berbagai tempat di sekitar Tulungagung.

Jalur-jalur yang mati, banyak di antaranya karena kurangnya okupansi angkutan, kalah persaingan dengan moda angkutan lain, atau sebab lain. Jalur kereta yang mati, ada yang mati setelah Indonesia merdeka, bahkan sebelum Indonesia merdeka, atau masih dijajah juga ada yang terpaksa dimatikan.

Stasiun Tulungagung Diperluas! PT KAI Siap Mulai Proyek Perombakan Atasi Lahan Sempit Akhir Tahun 2025

Banyak jalur rel yang mati atau dinonaktifkan untuk sementara, bahkan ada yang dibongkar paksa oleh Jepang yang menjajah pada tahun 1942-1945, untuk diangkut dan dibangun kembali di Burma. Salah satu lintas jalur KA yang terpaksa dimatikan sebelum Indonesia merdeka adalah jalur mati Tulungagung-Trenggalek-Tugu.

Lintas Tulungagung-Trenggalek merupakan jalur cabang yang dibuka dalam 2 tahap pembangunan, yaitu 15 Juli 1921 (Tulungagung-Boyolangu-Campurdarat) sepanjang 14 Km, dan 1 Juli 1922 (Campurdarat-Bandung-Kedunglurah-Ngetal-Trenggalek-Tugu) sepanjang 25 Km.

Hingga saat ini, Stasiun Tulungagung tetap menjadi stasiun penting yang melayani perjalanan kereta api jarak jauh, melanjutkan fungsinya sebagai penghubung antarwilayah di Jawa. Meski jalur trem telah lama ditinggalkan, semangat transportasi yang menghubungkan Tulungagung dengan berbagai kota masih tetap hidup di stasiun ini, menghubungkan masa lalu dengan masa kini.

Stasiun Tulungagung, Dahulu Pernah Dilengkapi Turn Table Lokomotif

RELATED ARTICLES
- Advertisment -

Yang Terbaru