Hari ini, 40 tahun lalu, bertepatan dengan 23 September 1983, pesawat Boeing 737 Gulf Air dikabarkan jatuh saat menuju Bandara Internasional Abu Dhabi. Menurut salah seorang sumber, pesawat dengan nomor penerbangan 771 itu tiba-tiba menurunkan ketinggian dan menghilang usai berangkat dari Karachi, Pakistan. Usut punya usut, kuat diduga pesawat tersebut jatuh akibat salah seorang penumpang ‘ketinggalan’ pesawat.
Dari laporan Associated Press yang disiarkan The New York Times, seorang sumber di Bandara Dubai mengatakan pesawat kemungkinan mengalami kerusakan pada mesin. Ia mengaku sempat melakukan kontak dengan pesawat Gulf Air 771.
Namun, komunikasi mendadak terputus, sekitar 20 menit sebelum pesawat dijadwalkan tiba di bandara. Pesawat dengan nomor registrasi A4O-BK itu akhirnya terdeteksi jatuh di gurun dekat Mina Jebel Ali antara Abu Dhabi dan Dubai, Uni Emirat Arab.
Dari laporan hasil investigasi Dewan Keselamatan Transportasi Nasional Amerika Serikat (NTSB) setebal 400 halaman, diketahui, pesawat sebetulnya dalam keadaan normal. Kapten pilot asal Oman, Saoud Al Kindy bersama co-pilot dari Bahrain, Khazal Al Qadi, bahkan terlibat obrolan seru di dalam kokpit.
Sampai akhirnya, tiba-tiba terdapat gangguan besar yang membuat kru kokpit terindikasi panik. Sampai akhirnya, pesawat diketahui menukik dengan cepat. Hal mengharukan juga terekam cockpit voice recorder (CVR) saat kapten pilot menyempatkan diri untuk berdoa sebelum pesawat jatuh dan menewaskan 112 orang (penumpang dan awak).
Dari kronologi di atas, kuat dugaan pesawat mengalami gangguan akibat ledakan bom di bagian kompartemen kargo. Dugaan tersebut kemudian diperkuat dengan adanya seorang penumpang yang ‘ketinggalan’ pesawat. Padahal, oknum penumpang tersebut sempat melakukan check in bagasi. Besar kemungkinan, bagasi yang dikirim oknum tersebut merupakan sebuah bom.
Dugaan pesawat Gulf Air dengan nomor penerbangan 771 ini jatuh akibat dibom juga diperkuat dengan cedera para penumpang yang duduk tepat di atas kompartemen kargo. Tak dirinci dengan jelas cedera apa yang dimaksud. Selain itu, data flight data recorder (FDR) juga mendukung dugaan tersebut.
Baca juga: Hari Ini, 46 Tahun Lalu, TWA Flight 841 Dibom Pemuda Palestina Gegara Intel Israel
Selang beberapa waktu, pendiri Fatah yang juga pendiri Dewan Revolusioner (Organisasi Abu Nidal), Sabri Khalil al-Banna, mengatakan pihaknya bertanggung jawab atas insiden tersebut. Pria yang juga dikenal sebagai Abu Nidal itu kemudian meminta Arab Saudi agar membayar uang keamanan untuk menghindari kejadian tersebut terulang kembali.
Arab Saudi, Kuwait, dan Uni Emirat Arab kemudian menuruti permintaan tersebut. Ketiganya tak ingin mengambil risiko, mengingat organisasi itu masyhur dikenal sebagai pejuang Palestina yang paling kejam.