Dua jenis badai ini terbilang mirip dan sama-sama punya pengaruh kuat dalam keselamatan penerbangan. Namun, badai debu (dust storm) dan badai pasir (sandstorm) ternyata berbeda, termasuk berbeda dalam respon yang diberikan oleh penerbang.
Perbedaan antara badai debu dan badai pasir terutama terletak pada ukuran partikel, lokasi kejadian, dan dampaknya terhadap lingkungan—termasuk penerbangan pesawat udara.
Badai debu dianggap lebih berbahaya bagi penerbangan, karena partikelnya lebih ringan dan kecil, sehingga dapat terangkat ke ketinggian jelajah pesawat (cruising altitude). Selain itu, badai debu dapat masuk ke mesin pesawat, merusak turbin atau menyebabkan penurunan performa.
Kenapa Pesawat Penumpang Tidak Dilengkapi Parasut untuk Situasi Darurat? Ini Jawabannya
Tidak itu saja, badai denu dapat mengganggu sistem sensor dan navigasi, serta mengurangi visibilitas secara signifikan di bandara dan udara. Seperti dadai debu dari Sahara sering mengganggu lalu lintas udara di Eropa Selatan dan Timur Tengah.
Sebaliknya, badai pasir umumnya kurang berdampak terhadap pesawat di ketinggian, karena partikelnya lebih berat dan tidak terangkat setinggi itu. Namun, badai pasir punya dampaknya lebih besar untuk lepas landas dan pendaratan, terutama di daerah gurun.
Dampak Pada Mesin Jet
Partikel debu berukuran mikro sangat abrasif dan ketika terhisap masuk melalui air intake, debu ini menyerang bilah-bilah kompresor dan turbin, menyebabkan erosi logam. Dalam jangka panjang, ini menurunkan efisiensi pembakaran dan mendorong kerusakan prematur.
Debu dalam jumlah besar dapat menyumbat filter atau ducting sistem udara. Ini bisa menyebabkan penurunan tekanan udara masuk (airflow disruption), yang sangat krusial untuk pembakaran bahan bakar. Debu dalam jumlah besar dapat menyumbat filter atau ducting sistem udara.
Ini bisa menyebabkan penurunan tekanan udara masuk (airflow disruption), yang sangat krusial untuk pembakaran bahan bakar. Jika partikel mengganggu proses pembakaran, bisa terjadi flameout (mati mendadak mesin), terutama saat lepas landas atau saat pesawat bermanuver berat. Flameout adalah kegagalan mesin yang sangat berbahaya dan sulit diatasi dalam kondisi badai debu tebal.
Dampak Pada Sistem Avionik dan Sensor
Sensor seperti pitot tube, AOA (Angle of Attack) sensor, radar doppler, dan lidar bisa terganggu karena terpapar partikel halus. Debu yang menempel dapat menyebabkan pembacaan keliru atau bahkan kegagalan sensor. Kamera pengawasan, sistem pendaratan berbasis optik (Enhanced Vision System), dan FLIR terganggu oleh debu tebal.
Ditambah visibilitas mendekati nol, sangat berisiko untuk penerbangan malam atau operasi di medan tempur.
Dampak Pada Sistem Hidrolik dan Pendinginan
Saluran ventilasi dan pendingin avionik bisa kemasukan partikel debu. Debu bisa mencemari cairan hidrolik atau sistem pendingin, menyebabkan penurunan efisiensi atau overheating.
Di Tahun 1991, saat Perang Teluk, beberapa jet tempur AS mengalami penurunan performa mesin setelah mengoperasikan misi dalam badai debu Irak-Kuwait. Boeing dan Airbus memiliki prosedur darurat untuk operasi dalam “volcanic ash or dust storm”, karena dampaknya mirip: abrasif, mengganggu pembakaran, dan mengurangi visibilitas.
Pesawat Delay Karena Badai Pasir, Pilot Belikan Pizza untuk Semua Penumpang