Pesawat dinobatkan menjadi moda transportasi paling aman di dunia. Meski begitu, saat terjadi kecelakaan, umumnya semua penumpang dan kru tewas. Karenanya, muncul pertanyaan dari publik, kenapa pesawat sipil atau penumpang tidak dilengkapi dengan parasut agar pesawat berhenti sebelum terjadi benturan dan berakhir tragis?
Baca juga: Kabin Pesawat Bisa Dilepas Saat Darurat, Penumpang Tak Perlu Takut Kecelakaan Fatal!
Rasio kematian dengan moda ini hanya 0.07 untuk setiap satu miliar mil perjalanan, jauh dibandingkan sepeda motor dengan rasio kematian 212.57 dan 7.28 untuk mobil. Meski begitu, saat terjadi kecelakaan fatal, hampir 100 persen kemungkinan penumpang dan kru tewas.
Kecelakaan pesawat Boeing 737-500 Sriwijaya SJ-182 pada 9 Januari 2021, misalnya itu dianggap banyak orang bisa saja penumpang dan kru terselamatkan andai terdapat parasut di pesawat yang mampu mengurangi kecepatan pesawat sebelum terjatuh.
Seperti diketahui, Ketua Sub Komite Investigasi Kecelakaan Penerbangan KNKT Nurcahyo Utomo mengungkapkan, hasil investigasi menunjukkan bahwa terjadi gangguan pada sistem mekanikal pada pesawat rute Jakarta-Pontianak tersebut.
“Hasil flight data recorder (FDR) yang sudah kita unduh, pada saat climbing terjadi perubahan mode auto pilot dari yang semulanya menggunakan manajemen computer berpindah menggunakan mode control panel,” katanya.
Lebih lanjut, dalam posisi pesawat climbing, autothrottle (tuas otomatis) mestinya dapat menggerakkan kedua thrust lever (tuas dorong) kanan dan kiri untuk mengurangi tenaga mesin. Namun, auto-throttle pada pesawat tidak bisa menggerakkan thrust lever di sebelah kanan.
Pada ketinggian pesawat 11.000 kaki, tenaga mesin semakin berkurang karena thrust lever di sebelah kanan tidak bisa bergerak dan membuat thrust lever kiri semakin mundur. Perbedaan thrust lever kanan dan kiri ini disebut asimetri. Ia mengatakan, untuk mencegah asimetri tersebut, sistem Cruise Thrust Split Monitor (CTSM) harus memutuskan auto throttle.
Namun, terjadi keterlambatan yang diyakini akibat informasi dari flight spoiler memberikan nilai rendah sehingga komputer memberikan sensor yang berbeda. Akibatnya, pesawat menukik dan menghujam perairan dengan kecepatan tinggi.
Sekali lagi, diyakini, kecelakaan serupa dapat terhindar andai pesawat dilengkapi parasut yang dapat memperlambat laju pesawat sebelum menghantam perairan. Lantas, kenapa pesawat tidak juga dilengkapi parasut atau teknologi sejenisnya?
Menurut mantan flight engineer dan pilot, Rex Rexroat, seperti dikutip dari Quora, jawaban atas pertanyaan itu ialah hanya menambah bobot dan biaya pesawat.
Pengguna lain menambahkan, setiap peralatan (equipment) baru membutuhkan biaya, teknik, testing, dan pelatihan, untuk setiap kelas pesawat. Untuk pesawat yang lebih besar, tentu saja dibutuhkan parasut yang lebih besar dan ini tentunya adalah masalah besar karena hanya menambah cost yang sangat mahal.
Baca juga: Kenapa Maskapai Tidak Bekali Penumpang dengan Parasut di Pesawat? Ini Lima Alasannya
Memang betul, tidak ada kata mahal berkenaan dengan keselamatan dan keamanan penumpang saat terbang. Namun, yang sebetulnya terjadi tidak betul-betul membutuhkan parasut.
Dalam insiden kecelakaan SJ182, misalnya, dari hasil investigasi, kecelakaan tersebut sangat bisa dicegah. Artinya, andai proses pencegahan itu berjalan lancar, tidak mungkin ada kecelakaan tersebut. dengan begitu, letak krusialnya ada di mitigasi, bukan penambahan fitur atau peralatan baru untuk mencegah kecelakaan.