Musibah tidak ada yang mengetahui kapan terjadi dan tidak ada yang ingin mengalaminya. Tetapi, tindakan antisipatif tetap diperlukan sebagai bagian dari upaya menghindari, mencegah, atau mensiasati musibah tersebut; termasuk di pesawat. Ketika terjadi keadaan darurat saat pesawat di udara, banyak pihak yang mempertanyakan kenapa penumpang tidak dibekali parasut?
Baca juga: Jatuh dari Pesawat di Ketinggian 30 Ribu Kaki Pasti Tewas? Salah Besar!
Pertanyaan tersebut tentu tidak mudah dijawab. Namun tidak pula terlalu sulit sehingga tidak bisa dijawab.
Sebagaimana diketahui bersama, pesawat sipil atau pesawat penumpang terbang di ketinggian sekitar 37 ribu kaki di atas permukaan laut. Di beberapa kondisi, tergantung jenis pesawat, cuaca, serta kebutuhan, pesawat penumpang bahkan terbang sampai ketinggian 40 ribu kaki.
Di ketinggian ini (lebih dari 20 ribu kaki), kadar oksigen sangat tipis. Saking tipisnya, mesin pesawat -yang notabene membutuhkan oksigen untuk menerbangkan pesawat- bahkan secara teknis tidak memungkinkan.
Manusia bisa bernapas karena kandungan 20.97 persen oksigen di udara. Semakin tinggi dari permukaan laut, kadar oksigen semakin tipis. Namun, manusia bisa tetap bernapas dengan tenang dan nyaman dengan kadar oksigen hanya 15 persen di udara.
Menurut para ahli, manusia maksimal bisa bernapas dengan tenang dan nyaman di ketinggian 20 ribu kaki tanpa bantuan masker oksigen. Lebih dari itu, sudah pasti manusia akan pingsan karena kekurangan oksigen.
Andai seseorang memaksakan diri bernapas di ketinggian lebih dari 20 ribu kaki, terlebih sampai di ketinggian antara 30 ribu dan 40 ribu kaki, tanpa masker oksigen, tekanan sangat rendah untuk mendorong molekul oksigen melintasi membran di paru-paru dan pada akhirnya sel dan jaringan yang ada di seluruh bagian tubuh tidak dapat berfungsi dengan normal.
Baca juga: Kenapa Pesawat Terlihat Lebih Lambat dari Mobil?
Bilamana manusia memaksakan diri menghirup oksigen 100 persen di ketinggian lebih dari 40 ribu kaki tanpa masker oksigen, maka ia akan mati seketika. Inilah salah satu alasan mengapa penumpang pesawat tidak dibekali parasut oleh maskapai.
Andaipun dibekali dengan masker oksigen untuk mendukung keberadaan parasut, itu tidak serta merta menjadi solusi.
Menurut founder Indomiliter.com, Haryo Adjie, terdapat setidaknya lima hal lain yang menjadi alasan mengapa maskapai atau regulator tidak menyiapkan parasut di pesawat untuk digunakan saat keadaan darurat dan menyelamatkan penumpang dan kru.
Alasan pertama sudah dikemukakan di atas (ketersediaan oksigen tipis dan tidak memungkinkan). Kedua, terkait persiapan. Anggota kesatuan militer sebelum mulai terjun payung diketahui melakukan serangkaian tes medis dan latihan sebelum melakukan terjun payung. Lantas, bagaimana dengan penumpang pesawat andai tiba-tiba melakukan terjun payung dari ketinggian ekstrem tanpa latihan atau persiapan mental dan fisik?
Ketiga, ketinggian ekstrem. Masih terkait penerjun payung di militer, mereka umumnya tidak melakukan terjun payung dari ketinggian jelajah pesawat. Itu mengapa (yang sekaligus menjadi alasan keempat) mereka masyhur diangkut menggunakan pesawat baling-baling atau turboprop.
Sebab, pesawat didesain untuk terbang lebih rendah dari pesawat jet sekaligus lebih lambat sehingga aman untuk penerjun payung.
Kelima adalah terkait titik landing atau pendaratan. Pesawat diketahui relatif lebih banyak terbang di atas perairan. Banyak alasan dibalik ini. Salah satunya adalah bila terjadi keadaan darurat bisa melakukan water landing sekaligus mencegah timbulnya lebih banyak korban jiwa maupun luka dari orang-orang yang berada di darat.
Baca juga: Pesawat Penumpang Mana yang Bisa Terbang Paling Tinggi Sepanjang Sejarah?
Dengan pesawat terbang lebih banyak di atas laut, melakukan terjun payung di atasnya sudah pasti akan berujung juga mendarat di laut, kecuali pesawat berada di pinggir garis pantas sebuah wilayah. Itupun tergantung arah angin. Jika arah angin mengarah menjauh dari daratan, sudah pasti penumpang akan dibawa ke tengah laut.
Ada juga alasan lainnya dimana pesawat komersial tidak didesain untuk penerjun payung (tidak ada pintu darurat khusus), dekompresi eksplosif, dan sebagainya.