Pengamat penerbangan, Indra Setiawan, menilai ditolaknya pesawat maskapai Jetstar Airways masuk ke Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali pada 27 Desember lalu oleh otoritas Indonesia sangat tepat. Lebih dari itu, maskapai LCC asal Australia itu dinilai tidak punya etika karena tidak menginformasikan perihal pergantian pesawat kepada otoritas.
Baca juga: Jetstar Airways Terima Airbus A321neo Pertama
“Jadi ada pesawat Jetstar terbang dari Melbourne (Australia ke Bali) setelah di atas baru menginformasikan (lapor ke otoritas Indonesia terkait pergantian peswat), itu namanya tak punya etika,” jelasnya kepada KabarPenumpang.com, Jumat (6/1/2023).
Seharusnya, lanjut Indra, sebelum berangkat, pihak maskapai anak perusahaan Qantas itu menginformasikan (filing) terlebih dahulu perihal perubahan pesawat, dari Airbus A321neo (narrowbody) menjadi Boeing 787-8 Dreamliner (widebody).
Setelah informasi tersebut disampaikan, otoritas Indonesia akan memverifikasi perihal rute, jam keberangkatan dan kedatangan, registrasi pesawat, sampai flight number. Jika semua sesuai, maka otoritas di Bandara Bali akan mengeluarkan flight approval dan pesawat tersebut terindentifikasi oleh ATC.
Pengamat yang juga mantan Direktur Utama Garuda Indonesia di awal dekade 2000-an itu mengapresiasi kinerja otoritas Bandara I Gusti Ngurah Rai. Menurutnya, itu sudah sesuai prosedur.
“Itu sudah betul (menolak masuk pesawat Jetstar). Kalau pesawat tersebut ternyata teroris, bagaimana? (sekalipun Jetstar sudah memiliki izin rute, time slot, dan landing slot) Iya,” tegasnya.

Pergantian pesawat karena satu dan lain hal adalah biasa di penerbangan. Karenanya, pihak Jetstar tidak perlu menginformasikan hal itu sampai ke Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub. Mereka (Jetstar) hanya perlu menginformasikan ke ATC terkait perubahan pesawat, dari A321neo menjadi Boeing 787-8 Dreamliner.
Selama itu hanya insidentil alias hanya sekali itu saja dan tidak berkelanjutan, maka prosesnya selesai di ATC. Namun, bila itu seterusnya, tentu saja itu harus melakukan izin dari awal karena setiap izin rute dikeluarkan sudah beserta jenis, tipe, dan registrasi pesawat, flight number, sampai time slot.
Sebelumnya, pesawat Boeing 787-8 Dreamliner dengan nomor registrasi VH-VKE, ditolak masuk Bandara I Gusti Ngurah Rai, Denpasar, Bali. Pesawat dengan flight number JQ35 itu sejatinya sudah memiliki rute legal antara Merbourne dan Denpasar.
Hanya saja, karena peak season dan masyarakat Australia berbondong-bondong ingin datang ke Bali, Jetstar memutuskan ganti pesawat yang lebih besar, dari A321neo kapasitas 232 penumpang dalam satu kelas, menjadi Boeing 787-8 Dreamliner berkapasitas 335 penumpang dalam konfigurasi dua kelas.
Penerbangan itu diketahui delay sekitar lima jam dan baru berangkat dari Bandara Tullamarine sekitar pukul 23.00 waktu setempat. Setelah empat jam mengudara, pilot memutuskan RTB (Return to Base) ke bandara asal. Penumpang ada yang tetap terbang bersama Jetstar sementara penumpang lain yang kecewa memutuskan terbang dengan Virgin Australia.
Baca juga: Di Balik Kesuksesan JetStar, Tak Lepas dari Dukungan dan Restu Qantas
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Salahuddin Uno, dalam keterangannya mengimbau kepada seluruh maskapai penerbangan baik nasional maupun internasional, agar selalu mematuhi prosedur dan aturan sesuai undang-undang yang berlaku dalam upaya menjamin keselamatan bersama utamanya wisatawan.
Dats Cirium, Jetstar diketahui menawarkan 64 penerbangan mingguan ke Indonesia per Januari 2023. Maskapai ini secara eksklusif terbang ke Denpasar dari tujuh kota di Australia; Adelaide, Brisbane, Cairns, Darwin, Melbourne, Perth, dan Sydney. Rute Perth-Denpasar memiliki jumlah penerbangan terbanyak dengan tiga kali sehari.