Mungkin konsep pemukiman pinggir rel di Indonesia sudah bukan lagi jadi suatu hal yang baru. Tingkat kesenjangan yang cukup tinggi, ditambah dengan para pendatang yang mengadu nasib dan kurang beruntung inilah yang akhirnya semakin memperparah jumlah dari rumah-rumah yang notabene berdiri tanpa adanya sertifikat ini. Dengan status rumah yang bisa dibilang semi permanen, para penduduk di pemukiman pinggir rel ini pun harus tinggal dan sewaktu-waktu bisa saja digusur oleh petugas keamanan.
Baca Juga: Maeklong, Pasar Lipat di Lintasan Jalur Kereta
Nah, yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, “Apakah konsep pemukiman pinggir rel ini hanya ada di Indonesia?” Jawabannya adalah tidak, karena percaya atau tidak, di Hanoi, Vietnam pun memiliki kasus yang hampir sama dengan Ibu Pertiwi. Dilansir KabarPenumpang.com dari laman straitstimes.com (2/7/2018), Kham Thien Street di Vietnam menjadi salah satu daerah yang terkenal akan jarak rel dan pemukiman pinggir rel yang sangat sangat dekat. Dengan jarak kurang dari satu meter antara rumah dan rel, para penduduk yang bermukim di sana harus meningkatkan kewaspadaan agar tidak tertabrak oleh kereta North-South Line.
“Anda harus membuka mata dan telinga, harus waspada juga terhadap sorot lampu dan klakson kereta setiap saat,” ungkap Vu Thi Khoa, salah seorang warga yang tinggal di Kham Thien Street. Sedikit berbeda dengan yang ada di Indonesia – khususnya Jakarta – pemukiman pinggir rel di Kham Thien Street ini didominasi oleh bangunan permanen. Setiap harinya, warga yang tinggal di daerah ini melakukan aktifitasnya di pinggir rel, mulai dari mencuci baju, mencuci bahan makanan, hingga bercengkrama dengan warga lain.
Tidak bisa dipungkiri, hidup di pinggiran rel bukanlah sesuatu yang diharapkan oleh warga di Kham Thien Street. Layaknya orang-orang kebanyakan, mereka menginginkan tinggal di tempat yang layak, nyaman, dan tenang. “Hidup di sini sangatlah sulit. Bising, getaran, asap, dan debu yang dihasilkan ketika kereta lewat semakin memperburuk keadaan kami,” ujar Dao Van Chinh.
Ya dapat Anda bayangkan sendiri, bagaimana rasanya jika waktu istirahat siang Anda diinterupsi oleh kereta yang lewat. Belum lagi bagi warga yang memiliki anak kecil, dimana mereka harus lebih mengerahkan kewaspadaan berkali-kali lipat hanya demi menjamin buah hatinya tetap aman selama kereta melintas.
Namun dibalik bahaya yang selalu mengintai, daerah Kham Thien Street sendiri ternyata menyedot perhatian dunia. Tidak jarang Anda menemui wisatawan mancanegara yang datang ke Kham Thien Street ini hanya untuk mengabadikan betapa uniknya deaerah tersebut.
Sama seperti di Indonesia, sebenarnya kehadiran dari pemukiman pinggir rel di Vietnam ini merupakan suatu hal yang ilegal, dengan faktor keselamatan menjadi nilai utama yang dijunjung. Merujuk pada Undang-Undang Perkeretaapian Vietnam Tahun 2006, jarak antara rel dan pemukiman yang ideal berkisar antara lima hingga tujuh meter.
Baca Juga: Tanggula, Stasiun Terbengkalai di Atas Awan
Bukan tidak terpikirkan, namun merelokasi warga yang tinggal di bantaran rel bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilakukan. Semisal operator kereta melakukan penggusuran, “Mereka kemudian akan melaporkan kepada otoritas tingkat yang lebih tinggi sehingga dapat mengembangkan izin rumah dan opsi relokasi,” ungkap Nguyen Chi Trung, Ketua dari People’s Committee of Dien Bien Ward.
Walaupun niatan yang dilakukan oleh otoritas tersebut berujung pada kesejahteraan para penduduk di Kham Thien Street, namun lingkaran setan dan keterbatasan ruang geraklah yang akhirnya mengandaskan niat baik tersebut.