Kehadiran halte bus di sektor transportasi memang memberikan keuntungan tersendiri kepada para pengguna jasa moda darat berbadan besar ini. Tidak hanya bagi para pengguna jasa bus saja, tidak bisa dipungkiri bahwa halte bus kerap kali dijadikan tempat berteduh sebagian orang kala hujan atau panas terik yang menyengat – bahkan di Indonesia sendiri, halte bus sering dijadikan ‘rumah’ oleh para penyandang tuna wisma.
Baca Juga: Di Hyderabad, Halte Bus Hampir Hilang di Semua Tempat
Berbeda dengan halte TransJakarta yang terkesan lebih ‘eksklusif’, halte-halte konvensional di tepi jalan Ibukota biasanya memiliki bentuk yang sudah tidak lagi bisa dikatakan layak. Bangku dari bahan semen berlapiskan ubin yang mulai lepasan, atap halte yang mulai bolong, hingga aroma tidak sedap yang sering bersemayam di halte-halte konvensional ini perlahan mulai berubah menjadi stigma di masyarakat.
Hanya sebatas stigma, tentu ini berbeda jauh dengan aktivis di Buffalo dan Cincinnati yang juga menghadapi masalah serupa dengan di Indonesia. Namun mereka yang juga sudah muak dengan faslitas penunjang operasional bus ini malah merenovasinya dengan biaya swadaya – dimana tindakan ini telah mengundang pertanyaan dari sejumlah golongan: “Mengapa Pemerintah malah menyerahkan pekerjaan semacam ini kepada kelompok amal? Bukankah Pemerintah Amerika memiliki dana yang sangat cukup untuk membangun halte bus di sejumlah titik?”
Sebagaimana yang dilansir KabarPenumpang.com dari laman denver.streetsblog.org, dibutuhkan sekira US$5.500 atau yang setara dengan Rp83,7 juta untuk membangun sebuah halte bus standar di Cleveland, sementara kocek yang dirogoh untuk membangun sebuah halte bus serupa di Detroit adalah sebesar US$6.000 atau yang setara dengan Rp91,3 juta. Itu hanya merupakan gambaran yang akan membuka pikiran Anda bahwa setiap negara membutuhkan halte bus.
Baca Juga: Di Halte Bus Ini Anda Bisa Lakukan “Breath Test”
Mengapa seperti itu? Karena pada dasarnya bus merupakan sarana transportasi berbasis massal yang memiliki pasarnya sendiri. Ragam jenis penumpang akan Anda temui di dalam bus – mulai dari yang muda hingga yang tua, yang normal hingga penyandang disabilitas. Jika tidak ada halte, dimana para orang tua atau penyandang disabilitas menunggu untuk naik bus? Tentu saja orang-orang ini membutuhkan ruang untuk duduk dan berlindung dari panas atau hujan – bukan berarti yang muda dan yang sehat tidak membutuhkan, namun di sini skala prioritas yang menjawab.
Jadi ini semua bukan tentang masalah berapa dana yang harus dikeluarkan untuk membangun sebuah halte bus, namun lebih kepada kesejahteraan para pengguna layanan yang bisa dibilang heterogen seperti yang sudah disebutkan di atas.
Terlepas dari itu semua, sudah seyogyanya bagi kita semua untuk sama-sama saling menjaga dan merawat halte-halte bus yang sudah ada agar tidak dirusak oleh tangan-tangan tidak bertanggungjawab – dimana masalah seperti ini akan terus berulang jika tidak ada kesadaran dari kita untuk menjaga salah satu fasilitas publik ini.