Monday, December 22, 2025
HomeAnalisa AngkutanSenyapnya Langit Dini Hari: Mengapa Bandara Internasional Jarang Beroperasi Penuh 24 Jam

Senyapnya Langit Dini Hari: Mengapa Bandara Internasional Jarang Beroperasi Penuh 24 Jam

Bagi sebagian besar pelancong, bandara internasional adalah pusat aktivitas yang tak pernah tidur. Namun, jika kita melihat jadwal penerbangan di banyak hub global ternama, kita akan menyadari adanya jeda sunyi, periode malam hari di mana aktivitas lepas landas dan pendaratan mendadak mereda. Fenomena ini, yang sering disebut jam malam atau curfew, mengungkap konflik antara ambisi ekonomi bandara dan kebutuhan lingkungan serta komunitas di sekitarnya.

Alasan utama mengapa sebagian besar bandara internasional tidak dapat beroperasi penuh 24 jam sehari bukanlah karena keterbatasan teknologi atau kurangnya permintaan, melainkan tiga hambatan mendasar: regulasi kebisingan, kebutuhan pemeliharaan infrastruktur, dan perhitungan biaya operasional yang ketat.

Lingkungan vs Ekonomi: Dilema Kebisingan
Faktor paling dominan yang memaksa bandara menerapkan jam malam adalah tuntutan mitigasi kebisingan. Bandara-bandara besar di Eropa, Amerika Utara, dan Australia, seperti London Heathrow atau Sydney, seringkali dikelilingi oleh pemukiman padat. Suara menderu dari mesin jet, terutama saat lepas landas atau pendaratan, dapat mengganggu tidur dan kesehatan ribuan warga.

Sebagai respons, otoritas lingkungan dan pemerintah daerah memberlakukan peraturan ketat yang melarang penerbangan komersial—terutama pesawat yang menghasilkan kebisingan tinggi—untuk beroperasi selama jam-jam tertentu, biasanya antara larut malam hingga subuh. Aturan ini bukan sekadar rekomendasi; pelanggaran dapat berujung pada denda yang sangat mahal, efektif menghentikan operator untuk menjadwalkan penerbangan pada “jendela sunyi” tersebut.

Baca juga: Redam Kebisingan, Bandara San Francisco Luncurkan Teknologi GBAS

Waktu Krusial untuk Perawatan
Selain masalah kebisingan, waktu henti operasional sangat penting untuk menjaga integritas fisik infrastruktur bandara. Landasan pacu adalah aset bandara yang paling vital dan paling sering mengalami tekanan. Ratusan pendaratan dan lepas landas setiap hari menyebabkan keausan yang signifikan.

Untuk melakukan perawatan rutin seperti menambal keretakan, mengecat ulang marka landasan, atau melakukan pengecekan mendalam pada sistem pencahayaan dan peralatan navigasi kritis (seperti ILS), landasan pacu harus ditutup dan bebas dari lalu lintas udara. Jam-jam larut malam, ketika volume penerbangan berada pada titik terendah, adalah satu-satunya kesempatan yang memungkinkan tim maintenance bekerja tanpa mengganggu ribuan jadwal penerbangan siang hari.

Biaya dan Efisiensi Bisnis
Dari sudut pandang bisnis, menjalankan operasi 24 jam sering kali tidak efisien secara finansial. Permintaan penumpang untuk penerbangan yang berangkat antara pukul 01:00 hingga 05:00 umumnya sangat rendah, kecuali untuk penerbangan kargo atau jarak ultra-jauh.

Mengoperasikan terminal, mengerahkan petugas keamanan, staf ATC, dan kru darurat—yang semuanya seringkali digaji lebih tinggi pada shift malam—untuk melayani segelintir penerbangan tidak akan menutupi biaya yang dikeluarkan. Oleh karena itu, kecuali bandara tersebut berfungsi sebagai hub kargo utama global atau berada di lokasi terpencil tanpa masalah kebisingan (seperti Bandara Internasional Hong Kong yang dibangun di atas pulau buatan), keputusan untuk tidak beroperasi 24 jam adalah keputusan bisnis yang pragmatis.

Secara keseluruhan, meskipun idealisme modern mendorong bandara untuk selalu terbuka, realitas regulasi, lingkungan, dan ekonomi mendikte sebaliknya. Jam malam adalah kompromi yang memastikan keberlanjutan hidup masyarakat sekitar, keselamatan operasional landasan, dan efisiensi finansial bandara.

Bukan Soal Isu Keamanan, Mulai 31 Maret 2023 Bandara Israel Larang Operasional Pesawat Jet Bermesin Empat

RELATED ARTICLES
- Advertisment -

Yang Terbaru