Saturday, May 24, 2025
HomeDaratStasiun Balung, Berawal dari Akses Naik Turun Penumpang Hingga Beralih Jadi Lapak...

Stasiun Balung, Berawal dari Akses Naik Turun Penumpang Hingga Beralih Jadi Lapak Pedagang Sepeda

Melihat sejarah kereta api di Jawa Timur ternyata masih banyak kawasan atau daerah yang masih jarang diketahui orang. Salah satunya yang akan kita bahas kali ini adalah Stasiun Balung.

Stasiun Balung menjadi saksi bagaimana wilayah tersebut menjadi akses perputaran perekonomian di masa kolonial. Sejumlah ruas rel kereta api juga beberapa utuh di sana. Meski juga tidak sedikit yang hilang dan ditumbuhi rumah-rumah.

Berada di wilayah Daerah Operasi (Daop 9 Jember), jalur Stasiun Balung terhubung kearah utara menuju Stasiun Rambipuji yang saat ini masih aktif digunakan. Sementara ke selatan, terhubung hingga ke daerah Puger, sampai ke barat arah Kencong. Jalur kereta api Stasiun Balung ini pun dibangun pada 3 Mei 1913 di era kolonial dengan kode stasiun BUG-5822.

Tak hanya bangunannya saja yang bersejarah, keunikan dari Stasiun Balung ini terdapat 2 terminal stasiun, yaitu Stasiun Balung Besar yang menghubungkan lintas Lumajang dengan Rambipuji dengan lebar jalur pada unumnya di Indonesia 1067 mm dan Stasiun Balung Kecil terletak di samping Stasiun Besar menghubungkan transportasi Balung-Ambulu yang memiliki lebar jalur agak kecil, yakni 700 mm.

Rel berukuran 700 mm yang berada di samping Stasiun Balung. (Foto: Tangkapan Layar Youtube/Jelajah KUY)

Menurut kabar dari berbagai sumber, untuk Stasiun Balung Besar (rute Lumajang-Rambipuji) didominasi oleh penumpang yang merupakan para pedagang baik sayuran maupun buah buahan. Stasiun ini dibangun agar para rakyat-rakyat kecil juga dapat merasakan dan menggunakan transportasi Kereta Api dan juga untuk mempermudah dalam mencari nafkah. Sedangkan untuk Stasiun Balung Kecil (rute Balung-Ambulu) didominasi oleh penumpang umum (campuran).

Keberadaan jalur KA dengan stasiunnya adalah untuk mengembangkan sektor perekonomian jalur selatan Jawa, khususnya di Jember. Namun sayangnya Stasiun Balung akhirnya ditutup secara resmi tahun 1986 karena sepinya penumpang KA, dan kalah dengan kendaraan lainnya, seperti kendaraan umum taksi, motor, dan mobil pribadi.

Bangunan-bangunan yang dimiliki oleh Stasiun Balung, antara lain bengkel kereta, perkantoran & gudang alat pemeriksaan, mesin diesel yang digunakan untuk penerangan listrik, tower (tandon air) yang terletak di perumahan milik Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA), tandon air ini digunakan untuk mengisi air pada kereta api yang akan diberangkatkan.

Kondisi ruang tunggu dengan bangunan yang masih kokoh. (Foto: Tangkapan Layar Youtube/Jelajah KUY)

Memiliki riwayat sejarah yang cukup panjang, eks Stasiun Balung hingga kini masih utuh. Kokoh berdiri di tengah-tengah pemukiman warga yang semakin padat. Konstruksi bangunan yang khas masa kolonial tampak terlihat belum pernah ada pemugaran. Karena lokasinya berada di jantung Kecamatan Balung dan sangat strategis, maka tak heran sejak awal hingga kini keberadaannya masih eksis, meski telah beralih fungsi menjadi lapak persatuan pedagang sepeda dan sepeda motor oleh warga sekitar.

Jejeran lapak sepeda yang berada diarea Stasiun Balung. (Foto: Tangkapan Layar Youtube/Kurnia Explore & Food)

Difungsikannya tempat tersebut sebagai lapak berjualan sepeda sudah berlangsung sejak lama. Beberapa warga setempat tidak mengetahui pasti. Namun, mereka memperkirakan, sudah berlangsung puluhan tahun. Pun kepemilikan aset eks Stasiun Balung itu, serta beberapa tanah di sekitarnya, diakui warga masih menjadi milik PT Kereta Api Indonesia (KAI). Karena di beberapa titik eks Stasiun Balung juga terpampang tulisan yang menegaskan bahwa tanah di situ masih menjadi aset milik PT KAI.

Stasiun Tempeh, Sisakan Bangunan Tanpa Jejak Jaringan Kereta

RELATED ARTICLES
- Advertisment -

Yang Terbaru