Monday, September 15, 2025
HomeDaratStasiun Rancaekek, Awal Mula Jalur Cabang Menuju Jembatan Cincin Hingga Tanjungsari

Stasiun Rancaekek, Awal Mula Jalur Cabang Menuju Jembatan Cincin Hingga Tanjungsari

Rancaekek, inilah stasiun kereta api yang saat ini selalu ramai oleh penumpang pengguna kereta api khususnya KA Lokal Bandung Raya dari dan menuju Kota Bandung. Keberadaan Stasiun Rancaekek sangat terbantu masyarakat sekitar, baik dari arah Majalaya maupun dari arah jalan raya Bandung-Nagrek.

Stasiun Rancaekek adalah stasiun yang berlokasi di Rancaekek, Bandung. Stasiun ini termasuk stasiun kereta api kelas I. Lokasi Stasiun Rancaekek berada di jalan raya penghubung Rancaekek – Majalaya. Stasiun Rancaekek merupakan bagian dari Daerah Operasi II Bandung. Stasiun Rancaekek dikembangkan juga oleh perusahaan kereta api Belanda, Staatsspoorwegen.

Selain kereta api lokal yang berhenti di Rancaekek, ternyata ada pula kereta api jarak jauh yang juga berhenti di stasiun ini. Ya, KA Pasundan adalah satu-satunya jadwal yang berhenti di Stasiun Rancaekek. Kabar baik bagi warga Bandung Timur ini merupakan bentuk kemudahan bagi masyarakat yang kerap menggunakan Kereta Api Pasundan dengan rute Kiaracondong-Surabaya Gubeng.

Jadwal yang berlaku Mulai 1 Februari 2025, KA Pasundan ini berhenti di Stasiun Rancaekek. Pun hal ini memudahkan penumpang yang sebelumnya harus menempuh perjalanan sekitar satu jam menggunakan kendaraan umum untuk mencapai Stasiun Kiaracondong, Kota Bandung.

Rangkaian KA Lokal Bandung Raya berhenti di Stasiun Rancaekek. (Foto: Dok. Instagram/@dzikriF)

Namun dari kemegahan bangunan yang terlihat saat ini, adanya Stasiun Rancaekek justru meninggalkan sejarah jalur percabangan kereta api menuju Tanjungsari.

Ya, jalur yang sempat akan digunakan sebagai jalur penghubung menuju Kota Sumedang tersebut mengisahkan banyak jejak peninggalan sejarah perkeretaapian. Pada tahun 1921 Staatsspoorwegen (SS), perusahaan KA milik pemerintah Hindia Belanda membangun dan mengoperasikan jalur ini tidak hanya untuk angkutan perkebunan, namun terutama digunakan untuk kepentingan pertahanan.

Belanda kala itu memerlukan sarana transportasi yang efektif untuk memobilisasi pasukan dan alat perang guna mengantisipasi adanya serangan ke Bandung dari arah Cirebon yang merupakan kota pelabuhan.

Meski terbilang pendek, hanya sekitar 11 km, jalur KA Rancaekek-Tanjungsari direncanakan sebagai bagian dari pembangunan jalur KA yang langsung menghubungkan Kota Bandung dan Cirebon melalui Sumedang untuk kemudian terhubungkan dengan jalur Cirebon-Kadipaten yang telah dioperasikan oleh perusahaan trem Semarang-Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS).

Namun sayang, karena keterbatasan dana dan juga adanya resesi ekonomi dunia pada tahun 1930-an, rencana besar ini tidak kunjung diwujudkan bahkan hingga Indonesia merdeka.

Sebagai salah satu pemangku kepentingan perkeretaapian, PT Kereta Api Indonesia (Persero) berkeinginan turut pula berkontribusi untuk mendorong pemanfaatan aset dan proses aktivasi kembali jalur nonaktif Rancaekek-Tanjungsari-Citali.

Saat ini yang tersisa dan bisa terlihat saat ini adalah Jembatan Cincin yang masih berdiri kokoh dan merupakan satu-satunya cagar budaya yang masih dilestarikan hingga kini. Walaupun jembatan tersebut kini digunakan sebagai tempat penyeberangan jalan yang menghubungkan antar desa.

Secercah Cerita di Balik Jembatan Cincin Yang Melegenda

RELATED ARTICLES
- Advertisment -

Yang Terbaru