Sebagai salah satu sarana transportasi umum, bus harus memberikan pelayanan yang optimal kepada para penumpangnya, tentu saja tanpa memandang umur, suku bangsa, maupun kondisi fisik. Dulu, penyandang cacat dan orang tua agak kesulitan untuk menaiki bus ini karena pijakan dari trotoar ke badan bus terlalu tinggi, namun seiring berjalannya waktu, sudah banyak perusahaan bus yang menawarkan kemudahan untuk para penumpangnya.
Baca juga: Dilema Penyandang Disabilitas di Transportasi Publik
Hadirnya Low-Floor Bus di beberapa Negara tentu membawa dampak positif bagi masyarakatnya. Sesuai dengan namanya, Low-Floor Bus berbentuk layaknya bus pada umumnya, namun memiliki badan bus yang rendah atau “ceper” sehingga memudahkan penumpang untuk masuk ke dalam. Walaupun badan bus tetap lebih tinggi dari trotoar, tapi pijakannya tidak setinggi bus normal. Keberadaan bus ini tentunya lebih memudahkan untuk kaum penyandang cacat maupun orang tua untuk naik.
Bagian dalam bus di desain sedemikian rupa sehingga penggunaan deck yang rendah tidak mengganggu kinerja mesin yang tersimpan di bagian bawah bus. Di bagian dalam bus ini juga agak sedikit berbeda, karena ada kursi yang bisa dilipat apabila ada yang menggunakan kursi roda.

Secara teknis, bus ceper ini terbagi menjadi 2 jenis, fully low-floor bus dan low-entry bus. Fully Low-Floor Bus yang populer di Eropa memiliki lantai yang ceper pada seluruh bagian bus, sedangkan Low-Entry Bus memiliki bagian ceper pada bagian tengah sampai depan bus, sedangkan dari bagian tengah ke belakang posisinya lebih tinggi dari bagian depannya. Tapi secara keseluruhan, masyarakat awam menyebutnya dengan Low-Floor Bus karena tidak memiliki pijakan yang tinggi pada pintu masuknya.
Adapun alasan mengapa Low-Entry Bus lebih unggul daripada Fully Low-Floor Bus karena ada bagian yang bisa digunakan untuk menyimpan powertrain dan perlengkapan penunjang lainnya, yaitu pada bagian belakang yang sedikit lebih tinggi dari bagian depan.
Kebanyakan produsen bus merancang bus ini menggunakan sistem rear-engined rear-wheel dengan suspensi tunggal di bagian depan. Beberapa Low-Floor Bus juga memiliki poros roda belakang yang diturunkan, namun tidak pada Low-Entry Bus. Kekurangan dari bus ceper ini adalah bagian roda yang menonjol ke bagian dalam bus, karena dengan adanya bagian ini, maka ruang kosong dimana roda menonjol tersebut sebenarnya bisa dijadikan kursi.

Ada beberapa Negara di dunia yang menggunakan bus ini sebagai salah satu sarana transportasinya, contohnya Inggris, Dennis Dart Super Low-Floor (SLF) pertama kali dikenalkan pada tahun 1995 dan berkembang pesat karena sering hilir mudik di jalur-jalur sibuk di Inggris. Selain itu ada juga Optare Solo yang pertama kali beroperasi pada tahun 1998 dan memiliki bentuk lebih kecil dari Dennis Dart SLF. Lalu muncullah Dennis Trident 2 dan Volvo B7TL yang merupakan bus tingkat versi ceper.
Baca juga: Tekan Emisi Karbon, di Perth Dibangun Halte Bus Dengan Motion Sensor
Selain di Inggris, India juga mengaplikasikan bus ceper sebagai salah satu sarana transportasinya. Beberapa kota seperti Bengaluru, New Delhi, Kolkata, dan Jaipur tercatat menggunakan bus ceper ini. Di Bengaluru menggunakan mesin jenis Volvo 8400 LE Low-Floor Bus dan beberapa fitur-fitur pelengkap lainnya, seperti AC, jembatan kursi roda, dan menggunakan transisi otomatis. Bus ini juga dilengkapi dengan LED yang menunjukkan informasi mengenai halte selanjutnya.
Hampir serupa dengan di Bengaluru, di New Delhi bus ceper ini juga dilengkapi dengan AC dan rencananya bus ceper di sini akan dilengkapi dengan GPS agar penumpang yang sedang menunggu di halte dapat mengetahui posisi dari bus tersebut. Pada tahun 2010, pemerintah Delhi mendatangkan 6.600 Low-Floor Bus guna menunjang sarana untuk Commonwealth Games 2010.
Sedangkan di Australia, pengoperasian bus normal dan bus ceper hampir berimbang, namun penggunaan Low-Floor Bus lebih diperuntukan pada orang-orang yang menggunakan kursi roda. Bus ceper di Negeri Kangguru ini dikendalikan oleh Metrobus Sydney.