Jalur KA (kereta Api) Surabaya Malang telah beroperasi pada tahun 1878. Namun statusnya waktu hanya lintas cabang dari lintas utama Surabaya hingga Pasuruan. Meskipun begitu jalur ini cukup berpengaruh bagi perkembangan wilayah Kerasidenan Malang secara umum.
Pembangunan jalur kereta api Surabaya-Malang dilakukan secara bertahap dan memerlukan waktu serta sumber daya yang besar. Jalur pertama yang dibangun di Jawa Timur oleh SS adalah dari Surabaya ke Pasuruan, yang dibuka pada 16 Mei 1878. Ini merupakan bagian dari rencana besar untuk menghubungkan kota-kota penting.
Setelah itu, pembangunan dilanjutkan dari Pasuruan menuju Malang. Bagian jalur yang melewati Bangil, Lawang, hingga akhirnya mencapai Kota Malang (Stasiun Malang Kotalama dan kemudian Stasiun Malang Kotabaru) dibuka pada 20 Juli 1879. Ini menjadi momen penting yang secara langsung menghubungkan Malang dengan jaringan kereta api nasional dan internasional melalui pelabuhan Surabaya.

Seiring dengan pembangunan rel, dibangun pula stasiun-stasiun kereta api di sepanjang jalur, seperti Stasiun Lawang, Stasiun Singosari, Stasiun Kepanjen, dan lain-lain. Stasiun-stasiun ini tidak hanya menjadi tempat naik turun penumpang dan barang, tetapi juga pusat aktivitas ekonomi lokal. Ternyata jalur kereta api Malang-Surabaya menjadi peran yang sangat strategis bagi kepentingan kolonial Belanda.
Berbagai alasan kepentingan bagi kolonial Belanda salah satunya adalah sebagai jalur ekonomi. Jalur ini menjadi urat nadi distribusi hasil perkebunan (kopi, tebu, tembakau) dari Malang dan sekitarnya menuju pelabuhan Surabaya untuk diekspor ke Eropa. Sebaliknya, barang-barang manufaktur dan kebutuhan lain dari Eropa diimpor melalui Surabaya dan didistribusikan ke pedalaman. Ini sangat menopang ekonomi kolonial.
Tak hanya itu, juga sangat penting bagi Belanda adalah mobilisasi militer. Ini sangat penting bagi Belanda untuk menjaga keamanan, menumpas pemberontakan, atau menghadapi perlawanan pribumi di berbagai wilayah Jawa Timur. Serta mempermudah mobilitas pegawai pemerintah kolonial untuk memperlancar komunikasi antar daerah, yang pada gilirannya memperkuat kontrol administratif Belanda atas wilayah-wilayah yang jauh dari pusat pemerintahan.
Meskipun prioritas utama adalah barang, jalur kereta api juga membuka akses bagi pergerakan penduduk, baik untuk bekerja seperti buruh migran maupun untuk kepentingan lain, meskipun dengan fasilitas yang berbeda antara pribumi dan Eropa.
Meski begitu, hingga saat ini jalur kereta api Malang-Surabaya tetap menjadi koridor transportasi yang vital. Banyak masyarakat khususnya Jawa Timur memanfaatkan kereta api yang melewati “jalur kantong” ini untuk mobilitasi antar kota yang melewati stasiun-stasiun besar dan legendaris.
Jejak sejarahnya pun mengingatkan kita pada era di mana kemajuan teknologi transportasi tidak selalu berarti kemajuan bagi semua pihak, melainkan juga alat bagi kepentingan penguasa, meninggalkan warisan yang kompleks dalam narasi sejarah bangsa.
Stasiun Malang, Pertahankan Gaya Nieuwe Bouwen Bersiap Direnovasi