Virus corona tak hanya mengganggu penerbangan, tetapi juga di sektor manufaktur seperti otomotif yang menyumbang 20 persen dari total nilai ekspor di Jepang. Seperti beberapa perusahaan mobil milik Jepang yang menghentikan beberapa operasionalnya baik di Jepang maupun di Cina karena kekurangan suku cadang.
Dilansir KabarPenumpang.com dari forbes.com (5/3/2020), Nissan terpaksa menghentikan produksi di beberapa pabrik perakitan domestik termasuk Tochigi dan Fukuoka karena kekurangan suku cadang dari Cina. Tak hanya itu, Honda juga mengklaim keterlambatan pengiriman mobil baru karena ada masalah pengadaan komponen buatan Cina.
Bahkan Mazda harus membeli suku cadang alternatif dari Meksiko sebagai respon darurat dengan harga mahal karena pabrikan komponen eksterior Cina tak bisa mengekspor barang. Karena hal ini, Kementerian Ekonomi, Perdagangan dan Industri (METI), Asosiasi Produsen Otomotif Jepang (JAMA), dan Asosiasi Industri Suku Cadang Mobil Jepang (JAPIA) membentuk Dewan Studi Penanggulangan virus corona di industri otomotif dengan tujuan untuk berbagi informasi terkait industri secara umum dengan kekhawatiran dan kemungkinan tindakan balasan.
Industri robot di Jepang, di sisi lain menghadapi masalah permintaan. Seperti pabrikan besar Fanuc dan Yaskawa yang mendesain dan memproduksi komponen mereka sendiri sehingga masalah rantai pasokan kurang menjadi perhatian. Namun yang di khawatirkan adalah goyahnya sektor manufaktur akan menekan permintaan untuk produk mereka di Cina.
Sedangkan para produsen Jepang yang memiliki pabrik di Cina mau tak mau menghentikan operasionalnya namun ada kemungkinan untuk melanjutkan kembali karena pemasok otomotif terletak di sekitaran mereka. Salah satunya Honda yang menghentikan operasional pabrik mereka di Wuhan dan akan mulai berkoordinasi untuk melanjutkan operasi.
Nissan, yang memiliki satu pabrik di Provinsi Hubei dengan dua pabrik di Provinsi Hunan yang berdekatan, juga telah menutup semua operasinya. Daikin Industries, produsen AC, memiliki pabrik AC HVAC ukuran besar di Wuhan. Perusahaan telah merencanakan cadangan produksi di situs Malaysia-nya. Sementara itu, operasi manufaktur baik AC industri dan digunakan di rumah di pabrik Suzhou dan Shanghai telah kembali beroperasi.
Hitachi Construction Machinery telah mengalami kesulitan produksi di pabrik Hefei, di provinsi Anhui yang berdekatan, karena kurangnya pekerja. Banyak yang tidak kembali setelah liburan Tahun Baru China, dan pembatasan pemerintah pada pergerakan orang menyebabkan kesulitan tambahan.
Pada catatan yang lebih positif, di luar Provinsi Hubei, banyak pabrikan Jepang mulai memulai kembali operasi mereka, meskipun tidak sepenuhnya. Toyota kembali beroperasi di pabriknya di Changchun, Guangzhou, Tianjin dan Chengdu, tetapi hanya setengah dari tingkat produksi. Isuzu melanjutkan produksi truknya di pabrik Chongqing dan Nanchang, Mazda melanjutkan produksi di Nanjing dan Mitsubishi juga memulai kembali operasinya di Changsha dan Fuzhou.
Seperti Toyota, tingkat produksi mereka saat ini sekitar setengah dari tingkat normal. Sementara itu, Sony, yang memiliki empat pabrik termasuk Huizhou, Wuxi, dan dua di Shanghai, kembali berproduksi pada 10 Februari, meskipun sekali lagi dengan tingkat produksi yang lebih rendah.
Baca juga: Di Tengah Tekanan Corona, Garuda Indonesia Pastikan Penerbangan Tetap Normal ke Korea Selatan
Menurut penelitian JETRO (Organisasi Perdagangan Eksternal Jepang), tingkat pengoperasian kembali pabrik-pabrik Jepang di Shenzhen dan Dongguan di Provinsi Guangdong, salah satu klaster manufaktur terpadat di Cina, mencapai 67,9 persen pada 14 Februari. Namun dalam salah satu pengembangan zona di Kota Shenzhen, yang diizinkan untuk melanjutkan operasi manufaktur pada 10 Februari, hanya 2500 dari sekitar 12 ribu karyawan dari perusahaan penyewa sejauh ini kembali bekerja.
Bagaimana dengan MRT Jakarta yang kereta dan komponennya semua diproduksi dan di kirim dari Jepang? Apakah pengiriman komponen mereka dari Jepang tertunda saat virus corona ini? William P. Sabandar, direktur utama PT MRT Jakarta menyebut, bahwa isu corona telah mengganggu proses pengerjaan proyek fase 2A yang telah dimulai pada awal Maret 2020, lantaran akses tenaga ahli dari Jepang yang terbatas dari dan ke Indonesia.