Pada hari ini, 60 tahun lalu, bertepatan dengan 10 Mei 1961, Convair B-58A “Hustler” menjadi pesawat bomber supersonik pertama yang mampu melesat hingga kecepatan Mach 2 atau sekitar 2.095 km per jam. Atas capainnya itu, Hustler pun berhak atas penghargaan bergengsi, Blériot trophy.
Baca juga: Apa yang Terjadi Bila Pesawat Melesat di Kecepatan Supersonik?
Dilansir airspacemag.com, sebelum era pesawat siluman muncul dan jauh dari bayangan insan militer, pertahanan udara tercanggih saat itu masih mengandalkan kecepatan tinggi, terbang di ketinggian sangat tinggi, dan kemampuan survival tinggi sebagai harga mati. Apalagi, ketika itu, teknologi radar juga masih minim sentuhan canggih.
Selain menjadi pesawat bomber pertama yang mencapai kecepatan Mach 2, Convair B-58A “Hustler” juga diketahui menjadi pesawat pertama yang memecah kebuntuan teknologi untuk mengatasi drag dalam penerbangan supersonik.
Caranya, yaitu dengan men-sweep sayap delta dengan sedemikian rupa sehingga pesawat terbang di dalam Mach cone. Bisa dibilang, membuat model satu sayap berupa sayap delta berbentuk segitiga adalah solusinya. Terbukti, pesawat supersonik legendaris, Concorde dan Tupolev Tu-144, juga menggunakan sayap delta.
Setelah dikembangkan selama beberapa tahun untuk memenuhi permintaan Komando Udara Strategis (SAC) dari Angkatan Udara Amerika Serikat (USAF), pesawat bahkan bisa mencapai penerbangan di atas Mach 2 sebelum 10 Mei 1961.
Ketika itu, pada 15 Oktober 1959, pesawat Hustler pertama bermaksud untuk uji terbang supersonik. Siapa nyana, pesawat berhasil mencapai lebih dari Mach 2 dalam penerbangan lebih dari satu jam. pesawat saat itu menempuh jarak 2.703 hanya dalam tempo 80 menit dalam sekali pengisian bahan bakar.
Bagi Convair, pesawat empat mesin General Electric J79 -GE-5A turbojet dengan sayap delta itu merupakan inovasi aerodinamika tersukses; warisan dari pengembangan sebelumnya, XF-92A atau dikenal sebagai pesawat sayap delta pertama di dunia, yang juga digunakan oleh F-102 Convair, pesawat pencegat supersonik pertama di dunia.
Meskipun teknologi sayap delta ini sempat diisukan menyadur Jerman, namun, Convair mengklaim bahwa ide sayap delta sebagai pemecah kebuntuan gaya drag selama penerbangan supersonik asli milik mereka dan digagas oleh insinyur pada program XF-92A, Ralph Shick, yang memang dikenal ahli dibidang aerodinamika.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah, Jet NASA X-15 Jadi Pesawat Pertama yang Melesat 4,675 Km Per Jam!
Usai kemunculan Convair B-58A “Hustler”, di saat yang bersamaan Uni Soviet belum berhasil mengembangkan rudal darat-ke-udara dan pesawat supersonik dengan kemampuan terbang di ketinggian lebih dari 50 ribu kaki, praktis, kekuatan militer sekutu, dalam hal ini Amerika Serikat, unggul jauh dari Soviet.
Pesawat dengan panjang 29,5 m, lebar sayap 17,3 m, tinggi 8,9 m, dan berat maksimum lepas landas 80.240 kg itu seiring waktu berjalan mulai ditinggalkan milliter AS usai pesawat pembom siluman Northrop Grumman B-2 Spirit terbang perdana pada 17 Juli 1989.