Disinggahi hanya dua kereta yakni kereta barang dan kereta Commuter Line Walahar (Cikarang – Purwakarta pp.), Lemah Abang merupakan stasiun kecil yang berada masih di Kabupaten Bekasi. Stasiun ini memiliki area peron yang unik yaitu dipisahkan oleh pintu perlintasan jalan raya yang menghubungkan dari Jalan Raya Panturan menuju Jalan Raya Lemah Abang.
Disamping itu Stasiun Lemah Abang sangat ramai kereta api yang lalu lalang dengan kecepatan maksimal. Maklum, jalur kereta api yang melewati stasiun ini merupakan jalur utama dari Jakarta menuju ke kota-kota besar di Pulau Jawa maupun sebaliknya. Meskipun terlihat kecil, namun sejarah membuktikan bahwa Stasiun Lembah Abang memiliki jalur cabang yang tak semua orang mengetahuinya.
Memang tak terlihat lebih jelas bekas jalurnya mengarah kemana apalagi bekas rel yang tersisa pun tidak ada sama sekali. Tapi informasi dari berbagai sumber mengatakan bahwa dari Stasiun Lemah Abang dulunya memang ada jalur kereta api yang menghubungkan hingga ke kawasan Cibarusah, Kabupaten Bekasi.
Pembangunan rel kerata api yang dilakukan Pemerintah Hindia Belanda bersama perusahaan Beos (Bataviasche Ooster Spoorweg Maatschapij atau Maskapai Angkutan Kereta Api Batavia Timur), itu tidak terlepas dari kebijakan politik liberal yang memperbolehkan masuknya penanaman modal asing ke Hindia Belanda.
Berbondong-bondonglah para pengusaha untuk menginvestasikan modalnya ke sejumlah daerah, termasuk Bekasi, Tambun, Cikarang, Lemah Abang, Kedunggedeh, Cibarusah, dan Karawang.
Memang pada masa itu, sudah ada jalan raya yang menghubungkan Lemah Abang dengan Bogor dan Cianjur melalui Cibarusah. Namun, kondisinya amat menyedihkan sebagai akibat adanya tanah partikelir (partuculiere landerijen), Tuan-tuan tanah tidak membuat jalan yang baik, selain yang diperlukan langsung untuk kepentingannya.
Tentu saja mereka tidak mau mengaspal Jalan Lemah Abang-Cibarusah sepanjang 30 kilometer itu. Alasannya, selain biayanya amat mahal, juga lebih menguntungkan penduduk pribumi ketimbang perusahaannya. Solusinya, tuan tanah membangun rel kereta api Lemah Abang-Cibarusah. Dengan begitu, rel hanya bisa digunakan untuk mengirim hasil panen perusahannya.
Rel kereta api yang dibangun untuk kepentingan pengiriman hasil panen saja. Tuan tanah Cibarusah hanya mengandalkan Stasiun Lemah Abang dan satu stasiun yang dibuatnya di Cibarusah. Mereka tidak membangun stasiun atau halte untuk masyarakat umum.
Karena itu, tuan tanah tidak menggunakan lokomotif besar, melainkan ukuran kecil. Selain itu ada pula gerbong/gerobak segi empat ukuran sekitar 2×2 meter, memiliki roda kereta namun tak berlokomotif. Cara mengoperasikannya, kereta yang berada di atas rel, didorong oleh penumpangnya sambil berlari. Bila gerobak sudah melaju, penumpangnya nomplok atau meloncat ke atas gerobak yang tengah melaju kencang. Penduduk sekitar menyebutnya sebagai lori atau dogong.
Untuk lintasan rel, bahwa rel kereta dogong sama seperti rel kereta api pada umumnya. Memiliki bantalan rel dari besi, balok-balok kayu serta dibagian tengahnya koral. Dari Cibarusah sampai Lemahabang, rel kereta dogong tersebut berjarak 10-40 meter, posisi disebelah kiri dari jalan raya utama.
Rel kereta dogong yang berada di sisi kiri mulai menyebrangi jalan raya utama ke sebelah kanan di kawasan Simpangan Lemahabang (sekarang kompleks RS. Annisa). Sementara itu dari wilayah Jonggol sampai Cibarusah, rel kereta dogong menyeberangi Sungai Cipatujah dan setelah itu melintasi tengah persawahan sebelah Sungai Cikompeni.

bekas Kongsi Belanda dan stasiun awal kereta Dogong. (Foto: Dok. Istimewa)
Menurut laman artikel dari Cibarusah Center mengatakan bahwa terdapat 3 stasiun yang berada di sepanjang jalur dogong ini, sebagai berikut:
• Stasiun pertama kereta dogong berada di Kongsi Belanda yang berlokasi di Pojok Salak Kecamatan Jonggol Bogor (sekarang gedung PT. Pupuk Kujang). Stasiun ini juga berfungsi sebagai gudang penampungan padi-padi sebelum diangkut.
• Stasiun kedua berada di Kongsi Belanda yang berlokasi di Cibarusah (sekarang pasar Cibarusah). Stasiun Cibarusah ini merupakan stasiun transit kereta dogong. Di stasiun ini biasanya dimanfaatkan oleh para pendorong untuk beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan ke Stasiun Lemahabang.
• Stasiun ketiga kereta dogong sebagai stasiun terakhir berada di Lemahabang (sekarang BAPELKES, seberang stasiun Lemahabang). Di stasiun ini juga padi-padi yang diangkut dari Jonggol dan Cibarusah diproduksi di pabrik penggilingan padi milik pemerintah Belanda yang bernama PT. ARNOLD.
Saat ini, lintasan kereta dogong sudah habis tak berbekas. Berdasarkan penelusuran penulis, besi-besi yang menjadi bantalan kereta dogong sudah tidak ada. Hanya tinggal bekas pematang sawah berukuran besar yang dulu merupakan lintasan rel, itupun terdapat dibeberapa titik lokasi di wilayah Jonggol, Cibarusah dan Serangbaru saja. Sisanya dari wilayah Serangbaru sampai Lemahabang sudah beralih fungsi menjadi permukiman dan industri.
Masa Lalu Stasiun Bekasi, Sempat Berstatus Sebagai Halte Besar
