Ketegangan Iran dengan AS baru-baru ini dikhawatirkan banyak pihak akan menyulut Perang Dunia Ketiga. Iran, bersama kompatriotnya yang juga berseberangan dengan AS, yakni China, Rusia, dan Korea Utara diprediksi akan berada dalam satu barisan. Sementara Inggris dan negara-negara NATO akan bergabung dalam barisan AS. Namun, jauh sebelum ini, yaitu pada medio 80-an, Perang Dunia Ketiga juga nyaris meletus. Kala itu, Uni Soviet dan AS yang menjadi aktornya.
Baca juga: Sejak 1973, Iran, Rusia dan AS Ternyata Pernah Menghantam Pesawat Penumpang dengan Rudal
Ketegangan tercipta ketika Soviet dengan sengaja menembak jatuh pesawat komersial Boeing 747 milik Korean Airlines (KAL) Flight 007 di dekat Pulau Moneron, sebelah barat Sakhalin di Laut Jepang. Atas insiden itu, sebanyak 269 penumpang dan awak kabin dilaporkan tewas; termasuk Larry McDonald, seorang perwakilan AS dari Georgia.
Dalam sebuah wawancara dengan CNN, sebagaimana dikutip dari express.co.uk, pilot jet tempur Soviet yang ditugaskan kala itu, Kolonel Gennadi Osipovich mengenang saat-saat yang mengejutkan ketika ia dikirim untuk mencegat sebuah pesawat yang melintas secara ilegal. Sebelum pesawat nahas itu ditembak, ia mengaku sudah mengirimkan sinyal dengan memberikan kode kalau pesawat tersebut telah melanggar kedaulatan udara Soviet.
“Saya mulai memberi sinyal kepada [pilot] dalam kode internasional, saya memberi tahu dia bahwa dia telah melanggar wilayah udara kita, tetapi dia tidak menanggapi,” ungkapnya.
Setelah pilot maskapai Korean Air tersebut tidak menggubris, lanjutnya, ia tidak begitu saja langsung menembak jatuh. Ia beberapa kali sempat memberikan tembakan peringatan. Di samping itu, ia juga tidak mempunyai opsi lain untuk langsung bertindak kecuali pimpinannya telah memberikan tugas untuk menembakkan rudal ke pesawat tersebut.
Di samping itu, ia juga sempat ragu ketiga melihat pesawat yang dianggap pemerintahan Soviet telah melanggar kedaulatan udara tersebut. “Saya bisa melihat dua baris jendela, yang menyala, saya bertanya-tanya apakah itu pesawat sipil, pesawat kargo militer tidak memiliki jendela seperti itu,” tambahnya.
Dalam keadaan genting tersebut, ia mengaku tidak mempunyai pilihan lain. Ia juga tak punya cukup waktu untuk berpikir jernih. Saat itu, yang ada dibenaknya adalah, ia memiliki misi yang harus diselesaikan dan misi tersebut adalah menghancurkan pesawat penyusup, yang notabene adalah pesawat sipil.
Tepat pada 1 September 1983, Uni Soviet akhirnya menembak jatuh penerbangan Korean Air rute New York-Seoul via Alaska. Akibat insiden tersebut, tentu saja menambah ketegangan yang memang sebelumnya sudah terjadi, bahkan terancam akan masuk ke dalam jurang perang nuklir.
Baca juga: Mengacu Data Intelijen, AS dan Kanada Yakin Boeing 737 Ukraine International Ditembak Rudal
Merespon kejadian itu, Presiden AS Ronald Reagan dalam sebuah kesempatan menyebut serangan itu sebagai pembantaian dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang sama sekali tidak ada pembenaran, hukum atau moral.
Sebaliknya, pemimpin Soviet, Yuri Andropov, justru menuduh balik Washington melakukan konspirasi busuk, mengklaim semuanya adalah provokasi halus yang didalangi oleh layanan khusus AS dengan memanfaatkan Korea Selatan. Walaupun terus bersitegang, beruntung Perang Dunia Ketiga tidak jadi membara akibat runtuhnya Soviet, 10 tahun berselang.