Terjadi 28 tahun silam tepatnya 21 Maret 1991, pesawat Singapore Airlines dengan nomor penerbangan SQ117 yang lepas landas dari Kuala Lumpur dibajak oleh empat orang pria asal Pakistan. Pesawat itu akhirnya mendarat darurat di Bandara Changi sekitar pukul 22.30 waktu setempat.
Baca juga: Pembajakan Pesawat Terlama, 39 Hari Kelam Penumpang El Al Flight 426
Empat pria pembajak menginginkan pesawat diisi bahan bakar dan terbang ke Sydney. Mereka juga membuat tuntutan untuk berbicara dengan Perdana Menteri Pakistan saat itu yakni Benazir Bhutto agar membebaskan sejumlah orang yang ditahan. KabarPenumpang.com merangkum dari laman channelnewsasia.com (3/3/2019), setelah negosiasi terjadi dini hari keesokan harinya, para pembajak mulai tak sabar dan mengancam akan membunuh sandera.
Kemudian pihak berwenang memberikan sinyal bagi pasukan elite Singapura (SOF/Special Operation Force) untuk menyerbu pesawat dan menyelamatkan sandera. Seorang anggota pasukan khusus Fred Cheong adalah bagian dari tim tersebut.
“Ketika saatnya tiba, bagi saya hanya ‘lakukan saja’. Tidak ada pikiran lain,” kata Cehong. Sebagai pasukan komando, Cheong beserta semua rekan timnya sudah mempelajari desain interior tata letak kursi di pesawat tersebut. Pada hari H, mereka mulai mendekati Airbus A310 dan melakukan operasi tersebut seperti pada latihan.
“Anda telah melatih pikiran untuk beroperasi di bawah tekanan. Sasaran harus terlihat jelas, menembak tepat pada sasaran, dan mari kita lakukan,” katanya. Pada pukul 06.50 pagi, pasukan komando menyerbu pesawat dan berteriak agar penumpang turun serta menembak para pembajak hingga tewas.
Aksi Cheong dan tim pada momen penyerbuan ikut mengangkat pamor angkata bersenjatab Singapura di mata dunia.
Di usia 18 tahun, Cheong masuk dinas militer Singapura pada tahun 1982. Dia berpikir masuk militer tidaklah salah setelah melihat teman-teman seperjuangannya melakukan hal yang sama.
Hingga akhirnya tahun 2013 lalu, Cheong mengakhiri tugas militernya dan pensiun kemudian ikut dalam pelajaran di Pusat Buddha Amitbha di Geylang karena dirinya seorang Buddhis. Dia terbiasa bangun pukul 04.00 pagi saat menjadi seorang anggota militer untuk berdoa sebelum berangkat bertugas.
Cheong kini memiliki nama baru Yang Mulia Tenzin Drachom yang diberikan Dalai Lama atas pengakuan karirnya di militer selama 32 tahun. Dia menjadi biksu pada 27 September setelah terbang ke Dharamsala, India untuk ditahbiskan.
“Itu menandai awal yang sangat baru bagi saya, awal kehidupan spiritual. Kerasnya biksu, ketika tujuannya adalah untuk menyingkirkan pikiranmu dari gangguan duniawi melalui doa dan meditasi yang terus-menerus,” ujar Cheong.
Menurutnya ada persamaan antara menjadi seorang biarawan dan berada di militer, yakni sama-sama membutuhkan kedisplinan. Salah satunya adalah kesadaran akan musuh dan situasi sedangkan yang lainnya adalah kesadaran akan emosi negatif yang menyebabkan kondisi pikiran yang tidak menyenangkan menjadi lazim bagi semua orang. “Di militer, saya menghancurkan musuh di luar. Sekarang saya menghancurkan musuh di dalam diri,” jelasnya.
“Ada sedikit transisi, maka Anda mengerti bahwa ini adalah kesempatan yang fantastis dan sangat langka untuk berlatih. Itu hanya transit dari prajurit militer ke prajurit spiritual,” ujar Cehong.
Baca juga: Saat Terjadi Pembajakan, Inilah Sinyal Rahasia Yang Dapat Dikirimkan Oleh Pilot
Sebagai seorang biksu, Drachom mengatakan dia merindukan beberapa bagian dari pekerjaan lamanya, terutama interaksi sehari-harinya, seperti berbicara dengan para kadet.
Meski begitu, dia tidak benar-benar menyesal. “Satu-satunya penyesalan saya adalah saya hanya memiliki satu kehidupan untuk melayani negara sayai.”