Betapa nyamannya kelas satu dalam suatu penerbangan, namun tetap ada yang berbeda untuk menikmati rasa dalam sajian kuliner. Dikemas dalam wadah hot plate dengan ditutupi kertas alumunium, makanan di pesawat terbang disajikan memang cukup memikat, padat, dan sudah pasti higienis. Lantas mengapa menikmati makanan di pesawat udara terasa beda? khususnya bicara soal taste, begitu beda bila dibandingkan makan saat berada di daratan.
Ternyata tentang perbedaan taste makanan saat di pesawat udara ada penyebabnya, dan dapat dipaparkan secara ilmiah. Saat Anda berada di ketinggian ribuan meter, maka sajian makanan harus desesuaikan agar dapat diterima oleh tubuh. “Dampak dari ketinggian terbang akan berdampak pada selera dan penciuman seseorang,” ujar Russ Brown, direktur In-flight Dining & Retail di American Airlines, dikutip dari bbc.com (12/1/2015). Ia menambahkan, persepsi kita akan rasa asin dan manis akan berubah saat berada di kabin bertekanan.
Disamping faktor ketinggian terbang dan kabin bertekanan, masih ada lagi faktor yang berpengaruh pada selera makan, diantaranya adalah kelembaban yang rendah, tekanan udara rendah, dan background noise di pesawat.
Saat Anda memasuki kabin pesawat terbang, maka suasana di dalam kabin indera penciuman akan bereaksi lebih dini. Kemudian, saat pesawat terbang di ketinggian, tekanan udara menurun sementara tingkat kelembaban di dalam kabin juga menurun. Di sekitar 30.000 kaki, atau ketinggian 9.100 meter kelembaban kurang dari 12 persen, kondisi ini bahkan lebih kering daripada di gurun. Kombinasi dari kekeringan dan tekanan rendah mengurangi sensitivitas selera Anda sampai 30 persen untuk makanan manis dan asin.
Untuk mengungkap misteri soal rasa dalam penerbangan, maskapai penerbangan asal Jerman, Lufthansa di tahun 2010 sampai membuat studi khusus dengan melibatkan Fraunhofer Institute for Building Physic. Studi ini digelar menggunakan laboratorium khusus yang dapat mengurangi tekanan udara pada kondisi terbang 35,000 kaki (10,6 km). Di laboratorium juga dibuat skema udara lembab dan bising suara mesin.
Dan dari hasil studi oleh Lufthansa, akhirnya dapat diketahui bahwa yang terkena imbas selama penerbangan hanya selera manis dan asin saja. Sementara indera yang terkait makan, untuk rasa asam, pahit, dan pedas hampir tidak terpengaruh. Terkait makanan, selera atau taste memang mendominasi hingga 80 persen sebagai faktor penting untuk menikmati perjalanan. Tapi lepas dari itu sebenarnya masih ada faktor bau, jika Anda mencium bau-bau yang tak sedap selama di kabin pesawat, maka sajian makanan akan terasa ‘hambar.’
Baca juga: Dengan Dalih Kurangi Makanan Terbuang, JAL Tawarkan Penumpang untuk ‘Skip Meals’
Untuk mengatasi persoalam terkait selera dan rasa, maka tak heran selama penerbangan diberikan makanan ekstra dengan bumbu yang lebih spicing ala restoran. “Bumbu yang tepat adalah kunci untuk memastikan makanan enak di udara. Seringkali, resep dimodifikasi dengan garam tambahan atau bumbu untuk memperhitungkan suasana makan di kabin,” kata Russ Brown.