Tarif batas atas dan batas bawah untuk ojek online atau ojol sudah ditetapkan oleh Kementerian Perhubungan yang tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Menhub yang diumumkan 25 Maret 2019. Penerapan tarif atas dan bawah tersebut sendiri terbagi dalam tiga zona.
Baca juga: Budi Karya: Bulan Depan Ojol dan Opang Resmi Jadi Angkutan Umum
Zona I mencakup wilayah Sumatera, Jawa dan Bali selain Jabodetabek dengan batas bawah Rp1850 per km dan batas atas RP2300 per km. Sedangkan untuk zona II yakni Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi adalah Rp2 ribu per km untuk tarif batas baha, sedangkan tarif batas atasnya Rp2500 per km.
Zona III adalah Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua memiliki tarif batas bawah Rp2100 per km dan Rp2600 per km untuk batas atasnya. Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Budi Setiyadi mengatakan, tarif tersebut belum termasuk perhitungan biaya yang dibebankan aplikator dengan batas maksimal 20 persen.
“Dengan demikian komponen nilai tarif per km yang dibayarkan konsumen nantinya terbagi menjadi kisaran batas atas-bawah ditambah biaya aplikator dengan jumlah maksimal 20 persen,” kata Budi yang dikutip KabarPenumpang.com dari tirto.id (25/3/2019).
Tak hanya tarif atau ongkos per km, Budi mengatakan aturan baru ini juga berisi terkait pengenaan biaya jasa. Biaya minimal antara Rp8 ribu hingga Rp10 ribu untuk per empat kilometer, sehingga penumpang yang naik ojol dibawah empat kilometer biayanya akan sama.
“Adapun biaya jasa minimal untuk zona I ditetapkan Rp 7.000-10.000 per 4 km, zona II ditetapkan Rp 8.000-10.000 dan zona III ditetapkan Rp 7.000-10.000,” kata Budi.
Terkait tarif batas atas dan bawah untuk ojol, Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan, bahwa pemerintah sebenarnya tidak perlu melakukan pembatasan tersebut. Sebab penetapan harga sendiri bisa diserahkan pada mekanisme pasar.
“Kami pikir tidak perlu dibikin batas bawah dan batas atas,” ujar Komisioner KPPU Guntur Syahputra Saragih yang dikutip dari cnnindonesia.com.
Dia mengatakan pengenaan tarif batas bawah akan membatasi pelaku usaha untuk memberikan layanan yang lebih murah kepada konsumen. Sementara itu, tarif batas atas akan membatasi pelaku usaha lain untuk berminat masuk ke industri.
Namun demikian, KPPU sendiri harus melihat dasar hukup penetapan tarif terlebih dahulu atau melihat logika undang-undang lain sebelum menilai penetapan tarif sebagai pelanggaran. Guntur mengungkapkan KPPU tidak dilibatkan dalam penentuan tarif operator kepada konsumen. Namun, KPPU terlibat untuk advokasi dan pengawasan hubungan kemitraan antara operator dan mitra pengemudi selaku pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah.
Baca juga: Lawan Opik, Grab Indonesia Luncurkan “Grab Defense”
Pelaku usaha besar dilarang memiliki dan/atau menguasai pelaku usaha kecil yang menjadi mitranya (diatur dalam) Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 (tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Jika operator terbukti melakukan pelanggaran terkait hubungan kemitraan maka KPPU dapat memberikan surat peringatan 1,2, dan 3. Ancaman sanksi berupa denda maksimal Rp10 miliar hingga penutupan usaha.