Pesawat DC-9 (Douglas DC-9) Woyla Garuda Indonesia PK-GNJ yang dibajak di Bandara Don Mueang, Bangkok, Thailand, saat ini tinggal kenangan. Hal itu karena pesawat bersejarah itu justru dijual ke mancanegara alih-alih di simpan sebagai suatu khazanah perjalanan kedirgantaraan nasional.
Baca juga: 40 Tahun Lalu, Pembajakan Pesawat DC-9 “Woyla” Garuda Indonesia Jadi yang Pertama dalam Sejarah
Padahal, semangat untuk menyimpan pesawat-pesawat bersejarah sudah bukan hal baru. Convair 600 Seulawah Airlines, misalnya, sempat diabadikan di Bandara Internasional Kemayoran sebagai pesawat dari maskapai swasta pertama Indonesia.
Begitu juga dengan Ilyushin Il-14 Avia. Pesawat ini diketahui pernah digunakan sebagai pesawat kepresidenan yang diberi nama Dolok Martimbang, sebuah bukit gagah berdiri tinggi menjulang seakan menggapai langit di daerah tarutung, ibu kota Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara.
Selain itu, pesawat juga berjasa dalam upaya melawan pemberontakan di sejumlah daerah pada 1957 – 1965. Saat ini, pesawat itu masuk dalam barisan koleksi Museum Pusat TNI Dirgantara Mandala (Muspusdirla), Yogyakarta sejak 2017 lalu, sekalipun nasibnya sempat tak jelas. Berkaca dari dua itu, sudah sepatutnya DC-9 “Woyla” Garuda Indonesia juga turut diabadikan karena bernilai sejarah.
Kita tahu, sebelum masuknya era pesawat berbadan sedang Boeing 737 di Indonesia, pelayanan penerbangan jet komersial domestik jarak pendek di Tanah Air dominan dilakukan oleh DC-9 (Douglas DC-9) produksi McDonnell Douglas.
Maskapai pengguna DC-9 tak lain adalah Garuda Indonesia, saat masa jaya DC-9 memang belum tumbuh layanan penerbangan jet komersial swasta seperti saat ini. Debut pesawat ini pun sempat melejit di kalangan warga, lantaran menjadi pesawat pertama dari Indonesia yang dibajak di luar negeri dalam peristiwa “Woyla” di tahun 1981.
Meski bernilai sejarah sebagai pesawat pertama dari Indonesia yang dibajak di luar negeri, sayangnya, nasib DC-9 (Douglas DC-9) Woyla Garuda Indonesia PK-GNJ sudah tak jelas. Namun, andaipun ada kemauan, bisakah pesawat bersejarah tersebut kembali ke Tanah Air?
Dikutip dari planespotters.net, setelah sebelumnya berganti nama menjadi “Porong” dan dilepas Garuda Indonesia pada 1981, pesawat ini jatuh ke berbagai pelukan. Juli 1982, DC-9 Porong dioperasikan maskapai Jerman, Aero Lloyd, berlanjut ke maskapai Midwest Express Airlines pada Februari 1994 sampai Februari 2003.
Pesawat selanjutnya dioperasikan Executive Aero Space mulai April 2004, berlanjut South African Express Airways pada Oktober 2005, dan terakhir berada di tangan Executive Aero Space pada Maret 2006. Sesudah itu, pesawat disebut pensiun dan dipotong-potong serta diperjualbelikan sparepartnya.
Baca juga: Inilah Biju Patnaik, Pilot India yang Bantu Indonesia Merdeka Sekaligus Gurunya Tiga Pahlawan Nasional
Namun, menurut laporan ch-aviation.com pada Maret 2010, pesawat yang terakhir diregistrasi sebagai ZS-TGR itu masih berada di Bandara Johannesburg Oliver Reginald Tambo International (JNB) dan dibiarkan mangkrak, layaknya bangkai pesawat lain di Gurun Mojave, AS.
Hanya saja, tidak ada laporan terbaru setelah tahun tersebut. Mengingat rentang waktu cukup lama dari Maret 2010 sampai Maret 2021, pesawat mungkin saja sudah tidak berada di bandara tersebut. Tetapi, bilapun masih di bandara tersebut, maukah Indonesia, dalam hal ini Garuda Indonesia, mendatangkan kembali pesawat bersejarah DC-9-30 Woyla PK-GNJ Garuda Indonesia? Menarik ditunggu.