Kasus Koosmariam Djatikusumo (69 tahun) yang tersiram air panas di dalam penerbangan menggunakan maskapai Garuda Indonesia dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta menuju Blimbingsari di Banyuwangi terjadi pada 29 Desember 2017 lalu. Atas kejadian ini, Garuda Indonesia mengatakan telah membayar ganti rugi maksimal Rp200 juta sesuai dengan Pasal 3 huruf (e) Peraturan Menteri Perhubungan No.77/2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkutan Udara.
Baca juga: Dramatis! Maskapai ini Buang 30 Ton Bahan Bakar Demi Selamatkan Nyawa Penumpang
Sayangnya kasus tersebut masuk ke jalur hukum dan Garuda digugat harus membayar ganti rugi materiil dan immateriil senilai total RP11,25 miliar. Hal ini dikarenakan setelah 1,5 bulan terakhir pihak Garuda Indonesia tidak lagi menanyakan kabar Koosmariam seperti apa.
Gugatan tersebut diajukan kepengadilan pada 11 April 2018 kemarin yang mengacu pada ketentuan Pasal 1 angka 14 Permenhub No. 77/2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkutan Udara. Selaku pengacara Koosmariam, David Tobing mengatakan, pihaknya tak asal bicara tentang gugatan yang dilakukan, karena ada dasar hukumnya.
“Kami hanya menuntut ganti rugi imateriil sebesar Rp10 miliar sekalipun saya bisa menuntut lebih dari itu,” ujarnya yang dikutip KabarPenumpang.com melalui berbagai laman sumber.
Pihak Garuda Indonesia sendiri membantah pengakuan Koosmariam yang mengatakan pihaknya hanya membiayai pengobatan dengan estimasi Rp15-20 juta hingga Februari 2018 kemarin.
“Jadi tidak benar bahwa Garuda Indonesia hanya menanggung biaya pengobatan hanya Rp20 juta. Kami mengikuti ketentuan PM 77 dimana penumpang yang luka diberikan biaya perawatan maksimal Rp200 juta,” ujar Corporate Secretary Garuda Indonesia Hengki Heriandono.
Dia menambahkan, tanggung jawab Garuda Indonesia sebagai pengangkut atas kejadian tersebut selalu senantiasa memberi dukungan dan fasilitas. Tak hanya itu, pihaknya juga berkomunikasi dengan penumpang untuk memfasilitasi pengobatan medis lebih lanjut terkait luka yang dialami.
Kronologis kejadiannya adalah, saat itu Koosmariam duduk di sisi kanan pesawat dan duduk di kursi dekat lorong. Dirinya berada di kursi nomor 27 dan masih ada satu jam sebelum sampai di Banyuwangi, temannya memesan teh panas untuk mereka berdua.
Dua gelas teh tersebut kemudian diserahkan melewati bagian belakang Koosmariam oleh si pramugari. Namun, entah bagaimana, dua gelas teh panas tersebut jatuh dan mengguyur bagian dada, leher serta tangan Koosmariam.
Kondisinya Koosmariam sedang tertidur, tetapi karena ketumpahan teh panas tersebut sontak dirinya terbangun dan berteriak. Kemudian pramugari tersebut meminta maaf sembari menangis membantu melap bagian tubuh Koosariam.
Tak hanya itu, pramugari juga mengoleskan salep luka bakar sebagai pertolongan pertama, namun tidak bekerja secara maksimal. Sebab tak lama dioleskan dengan salep, Koosmariam harus menggunakan bajunya kembali sehingga salep tersebut menempel pada bajunya.
“Saya menahan perih. Kejadian di pesawat itu masih satu jam lagi untuk sampai di Banyuwangi. Waktu perjalanan dari bandara ke rumah sakit kira-kira satu jam,” jelas Koosmariam.
Sebagai bantuan, Koosmariam turun terakhir dan di papah untuk kerumah sakit dengan seorang karyawan Garuda dan setiap ke rumah sakit pihak Garuda yang menanggung biaya Koosmariam hingga Februari 2018. Tanggal 4 Januari 2018 kemarin, Garuda Indonesia mengirimkan permohonan maaf kepada Koosmariam.
Diketahui, luka bakar yang dialamai Koosmariam setelah melakukan beberapa kali pengobatan dan operasi ternyata gagal dan kini luka di bagian lingkar dadanya pun permanen.
Baca juga: Jantung Sempat Berhenti, Nyawa Seorang Pria Selamat dengan Bantuan Alat dan Penumpang Lain
Atas kejadian ini, Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi tak berkomentar banyak tentang kasus PT Garuda Indonesia yang di gugat penumpangnya. Dia hanya menghimbau kepada para operator penyedia jasa penerbangan untuk menaati peraturan dalam memastikan tingkat keamanan penumpang.
“Kami memang minta kepada semua airlines untuk selalu taat dengan aturan-aturan. Selain berkaitan dengan level of service juga memastikan level of safety pada tingkat operator,” ujar Budi Karya.