Cuaca buruk atau hujan acap kali menyulitkan insan penerbangan bukan hanya di udara, melainkan juga di darat. Di udara, hujan disertai awan cumulonimbus bisa saja membuat pesawat mengalami kegagalan teknis dan berujung kecelakaan.
Baca juga: Tahukan Anda, Aspal Runway 10 Kali Lipat Lebih Kuat Dibanding Aspal Jalan Raya!
Begitupun juga dengan di darat, hujan juga bisa menyebabkan genangan air di runway atau landasan pacu bandara dan dapat memicu terjadinya hydroplaning, sebuah kondisi pengereman yang tidak sempurna akibat adanya pemantulan pesawat dari permukaan landasan, dan memungkinkan terjadinya insiden, seperti overrun atau tergelincir.
Khusus di Indonesia, ancaman hydroplaning dan menyebabkan terjadinya overrun cukup besar mengingat dari 300 bandara yang ada tak satupun dilengkapi dengan alat deteksi genangan air di runway. Terbukti, banyak insiden pesawat tergelincir dari landasan terjadi saat hujan deras menerjang.
Menurut ICAO, genangan air tertinggi adalah 4 milimeter dan tidak boleh lebih dari 25 persen di area runway yang tergenang. Lebih dari itu, keselamatan penerbangan akan sangat dipertaruhkan.
Menyikapi hal itu, tim peneliti dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dan Balitbang Transportasi Udara Kementerian Perhubungan pun melakukan suatu inovasi dan melahirkan Standing Water Detector (SWD) atau alat pendeteksi tingginya genangan air yang ada di landas pacu bandara.
Dilansir laman resmi ITS, Ketua Riset SWD ITS, Melania Suweni Muntini mengungkapkan SWD telah dikembangkan sejak tahun 2018. Saat itu, pengetesan dilaksanakan di Bandara Trunojoyo Sumenep, dilanjutkan di Bandara Yogyakarta atau New Yogyakarta International Airport (NYIA) pada tahun 2019, dan enam bandara, meliputi Bandara Soekarno-Hatta, Halim Perdanakusuma, Kualanamu, Juanda, I Gusti Ngurah Rai, dan Sultan Hassanuddin, pada 2020.
“Untuk alatnya sendiri bisa di semua bandara, ada 300 bandara di Indonesia yang mempunyai potensi untuk diujicobakan, khususnya yang SWD,” katanya.
Selain di bandara, pengujian juga dilakukan di laboratorium terbuka Departemen Fisika ITS untuk memastikan bahwa alat bekerja dengan benar di kedua tempat. “Alasan lainnya juga karena jika di bandara, saat hujan kita tidak bisa melihat langsung alatnya karena berbahaya. Kalau di lab kita bisa mengalibrasi secara langsung setelah diakuisisi data,” tutur Melani.
Alat ini memiliki dua sistem deteksi yaitu hardware dan software. Untuk software, data-data seperti profil runway berupa kekasaran serta kemiringan runway. Hardware sendiri akan bisa mendeteksi temperatur dan kelembaban udara. “Untuk metode deteksi standing water ini kita mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. KP 39 Tahun 2015 dan Annex 14, Aerodrome,” terang dosen Departemen Fisika ITS ini.
Pada pengoperasiannya, purwarupa SWD akan diletakkan di samping landas pacu pada area touchdown. Saat hujan, aliran air dari landasan pacu akan menyentuh sensor pada purwarupa yang kemudian aliran ini akan dikonversikan menjadi data digital dan digabungkan dengan data sekunder seperti profil landasan pacu yang akan memberikan output berupa ketinggian standing water.
Pengingat atau indikator di sistem akan menyala berwarna merah saat 25 persen alat menunjukkan bahwa ketinggian telah sama atau lebih dari 3 milimeter. Sementara bila belum mencapai ketinggian itu, indikator akan menunjukkan warna-warna lain.
Baca juga: Landing atau Divert? Inilah Delapan Cara Pilot Terbang dengan Aman
Data ketinggian ini nantinya akan digunakan ATC untuk memberikan rekomendasi terbaik ke pilot terkait keputusan mendarat atau tidaknya pesawat. Demikian juga dengan pilot, adanya informasi ketinggian genangan air melalui alat SWD ITS-Balitbang TU Kemenhub itu akan mengurangi holding di udara hanya untuk memutuskan tetap mendarat di suatu bandara atau tidak. Manfaat lainnya, petugas juga tak perlu turun langsung untuk mengeceknya.
Saat ini, SWD masih dalam proses sertifikasi. Bila berhasil, bukan tak mungkin angka kecelakaan pesawat di bandara, seperti overrun atau tergelincir ke luar runway akibat cuaca buruk bisa ditekan.