Adanya wacana mengenai penggunaan alat pemindai wajah di bandara menuai tanggapan dari berbagai elemen, baik mereka mendukung hingga menyangsikan keberadaan alat ini di salah satu gerbang masuknya para pelancong. Hal ini merupakan buntut dari sebuah kongres yang mengamanatkan pemerintah federal untuk melacak warga asing saat mereka datang atau meninggalkan Amerika Serikat.
Baca Juga: Delta Airlines Siap Gunakan Pemindai Wajah Untuk Pangkas Antrean Check In
Belum jelas masa depan dari alat pemindai wajah sebagai pengganti identitas para calon penumpang tersebut, Kementerian Keamanan Dalam Negeri AS lantas mulai untuk memindai wajah masyarakat Negeri Paman Sam yang meninggalkan kampung halamannya itu, tanpa otorisasi kongres dan tanpa berkonsultasi dengan publik. Kejadian tersebut terjadi pada bulan Juni 2016 silam.
Sepintas, program pemindai wajah ini serupa dengan yang diterapkan oleh maskapai penerbangan JetBlue dan Delta Airlines, namun sedikit yang menyadari bahwa sistem ini sebenarnya adalah fase pertama program “Biometric Exit” milik Department of Homeland Security (DHS).
Untuk penerbangan internasional tertentu, contohnya dari Atlanta dan New York, DHS telah bermitra dengan Delta untuk memasang alat pemindai wajah di setiap gate. Lalu sistem Delta akan membandingkan wajah yang ditangkap oleh kamera di gerbang keberangkatan dengan manifes penumpang yang ada di database Departemen Luar Negeri. Tidak hanya memindai wajah, dengan adanya sistem ini juga membantu pihak bandara dan maskapai untuk mengetahui kewarganegaraan seseorang dan status imigrasinya.
Baca Juga: Mudahkan Calon Penumpang, Bandara Gatwick Adopsi Augmented Reality
Hal yang sama juga ditrapkan DHS ke maskapai JetBlue. Para penumpang yang akan terbang dari Boston menuju Aruba akan melalui fase pemindaian wajah terlebih dahulu. Dalam kasus JetBlue, Anda benar-benar bisa memindai wajah Anda alih-alih menggunakan tiket fisik.
Sementara sistem ini berbeda secara rinci, mereka memiliki dua kesamaan. Pertama, mereka meletakkan dasar untuk penerapan Biometric Exit yang lebih luas dan wajib di seluruh negeri. Kedua, mereka memindai wajah semua orang – termasuk warga negara Amerika.
Sebenarnya, ini adalah program yang ditujukan untuk warga negara asing. Namun pada kenyataannya, ketika Presiden AS, Donald Trump mengeluarkan perintah eksekutif menyangkut Biometric Exit pada bulan Januari lalu, yang sebenarnya merupakan terbitan ulang untuk mengklarifikasi bahwa pemindaian wajah tersebut tidak berlaku bagi warga negara Amerika.
Tantangan nyata dari sistem mutakhir ini adalah ketika sistem tersebut gagal untuk memindai wajah seseorang dan akhirnya menimbulkan kekacauan di gerbang keberangkatan. KabarPenumpang.com wartakan dari slate.com (21/6/2017), tingkat error yang bisa mencapai angka empat persen dari jumlah penerbang tentu akan menjadi pemandangan sehari-hari dimana ada seorang yang mengeluh ketika wajahnya tidak bisa dideteksi hingga isu tentang penolakan penerbangan karena data yang tidak akurat. Jika Anda mengalami hal seperti itu, maka Anda harus siap gigit jari karena Anda akan melewatkan penerbangan itu.
Baca Juga: Mantan Presiden Ini Salami Penumpang Delta, Ada Apa?
Penelitian menunjukkan, sistem pemindai wajah agak sedikit kesusahan ketika penuaan mulai terjadi, terutama jika foto yang ada di database umurnya sudah melebihi enam tahun. Penelitian lain menunjukkan bahwa sistem pengenal wajah memiliki waktu yang lebih lama untuk menyesuaikan wajah orang Afro-American, wanita, dan anak-anak.
Yang ditakutkan oleh kebanyakan orang adalah kegagalan memindai wajah sehingga mengakibatkan kerugian pada dirinya. Sejalan dengan ketakutan tersebut, muncul pemikiran, “Akankah DHS memiliki rencana sekunder apabila sistem tersebut gagal memindai wajah?” Haruskah orang Amerika benar-benar tunduk pada peraturan “abu-abu” secara terus menerus untuk terbang?