Kecelakaan pesawat Boeing 737-800 Air India Express menyisakan cerita. Selain menewaskan 18 orang, termasuk pilot dan co-pilot, kecelakaan pesawat dengan 174 penumpang dewasa, 10 anak-anak, dua pilot dan empat awak kabin itu juga menimbulkan berbagai spekulasi. Diduga, pesawat nahas tersebut crash akibat salah mendarat serta cuaca buruk (human error atau kesalahan manusia).
Baca juga: Dalam Kondisi Berkabut, Penggunaan ILS Bukan Jaminan Penerbangan Bakal Lebih Efisien
Namun, ada juga yang menyebut tabletop airport sebagai penyebab utama kecelakaan. Lantas, apa itu tabletop airport, sampai-sampai diduga menjadi biang keladi dalam kecelakaan penerbangan IX 1134?
Dirangkum KabarPenumpang.com dari The Hindu, tabletop runway merupakan landasan pacu yang terletak di atas dataran tinggi atau bukit dengan salah satu atau kedua ujungnya berdekatan dengan tebing curam. Dari keterangan tersebut, bisa dibilang, tabletop runway erat kaitannya dengan ketinggian bandara. Jenis bandara dengan runway seperti ini menciptakan ilusi optik yang membutuhkan pendekatan yang sangat tepat oleh pilot.
Kecelakaan pesawat Air India Express 1344 di Bandara Internasional Calicut, juga dikenal sebagai Bandara Karipur serta Bandara International Kozhikode, di Karipur, distrik Malappuram, Kerala, India, bukanlah pertama kali.
Pada Mei 2010 lalu, Air India Express juga pernah terlibat kecelakaan di bandara tabletop runway lainnya, Mangalore International Airport. Kala itu, dari 166 penumpang dan awak, 158 di antaranya tewas. Lima bulan pasca kecelakaan tersebut, Otoritas Penerbangan India (AAI) membuat sekitar serangkaian rekomendasi sebanyak 191 halaman.
Rekomendasi tersebut mencakup teknik pendaratan di bandara dengan kategori tabletop runway, visual reference system, lokasi menara ATC, approach and area radars, peran tim pemadaman kebakaran, sampai analisis risiko di bandara tersebut (tabletop runway).
Istilah tabletop runway sebetulnya tidak ada dalam dokumen teknis Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO). Hanya saja, untuk mengantisipasi terjadinya kecelakaan di bandara dengan kategori tabletop runway, ICAO punya rekomendasi tersendiri. Atas aturan tersebut, Bandara International Kozhikode pun mengalami sejumlah perubahan pada 2017 lalu.
Runway, dari semula 2.860 meter dipangkas untuk kebutuhan Runway End Safety Area (RESA) menjadi 2.700 meter. RESA dimaksudkan untuk mengatasi berbagai masalah saat pendaratan, termasuk overrun yang dialami oleh Air India Express IX 1134. Hanya saja, panjang RESA tak diatur dengan spesifik, sekedar dibatasi paling pendek 90 meter dan paling panjang 240 meter. Adapun Bandara International Kozhikode menyediakan RESA hanya sepanjang 160 meter.
Selain itu, bandara tersebut juga wajib dilengkapi dengan Instrument Landing System (ILS) CAT 1 serta berbagai alat bantu visual untuk memudahkan pilot melakukan simple approach lighting.
Dengan standar ketat tersebut, tak heran bandara itu mampu mendukung pendaratan pesawat Kode E atau pesawat berbadan lebar. Terakhir, Boeing 747 Air India berkapasitas 423 kursi rute Kozhikode-Jeddah pernah mendarat di sini.
Baca juga: AirNav Implementasikan Sistem Performance Based Navigation, Apa Itu?
Hanya saja, RESA bukanlah satu-satunya senjata utama dalam mengantisipasi kecelakaan di bandara tabletop runway. Dari segi instrumen, sebetulnya, selain RESA, ada juga EMAS atau Engineered Material Arrestor/Arresting System. EMAS sudah digunakan di seluruh bandara internasional di Amerika Serikat, menggantikan RESA. EMAS terbuat dari beton ringan dan dinilai lebih efektif. Disebutkan, EMAS sepanjang 75 meter sama dengan RESA sepanjang 240 meter.
Dari sudut pandang pilot, mencegah terjadinya kecelakaan di bandara tabletop runway juga bisa dilakukan dengan berbagai langkah, mulai dari disiplin dengan panduan, seperti go around jika pesawat tak mendarat di zona touchdown, minimum altitude di ketinggian 1.000 kaki saat memasuki ujung landasan awal, tidak memaksakan mendarat saat proses approach tidak stabil, hingga kelas atau pelatihan berbagai jenis ilusi optik, baik yang disebabkan hujan lebat dan angin kencang maupun kabut. Khusus untuk ilusi optik, setiap enam bulan.