Friday, April 26, 2024
HomeAnalisa Angkutan Ramai Soal Polusi di Jakarta, Salah Siapa?

[Analisa] Ramai Soal Polusi di Jakarta, Salah Siapa?

Belakangan ini, pemberitaan nasional tengah tertuju pada polusi udara yang menyelimuti Ibukota. Di jejaring sosial Instagram, dapat Anda lihat banyak sekali foto langit Jakarta yang semakin menghitam bak tengah ‘melindungi’ Ibukota. Hal ini tentu saja mengundang pertanyaan di publik, “mengapa polusi udara di Jakarta semakin menjadi-jadi?”. Jawaban sederhananya adalah volume kendaraan yang terus mengalami peningkatan setiap waktunya. Selain itu, eksistensi dari ruang terbuka hijau tidaklah sepadan dengan volume kendaraan – jadi, menghitamlah awan Jakarta.

Baca Juga: Kerap Jadi Biang Kemacetan, Driver Ojol Harus Lebih “Peka” Marka Lalu Lintas

Ya, volume kendaraan di Jakarta memang sudah tidak bisa dibendung lagi. Kendati sudah ada moda transportasi umum seperti commuter line Jabodetabek, TransJakarta, hingga MRT, agaknya warga Jakarta masih enggan berdesakan di moda umum. Walhasil, penuhlah setiap jalanan di Ibukota. Mengutip dari laman kompas.com (25/7), Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) merilis analisa Source Apportionment yang menunjukkan bahwa particulate matter (PM) 10 di DKI Jakarta paling banyak dari kendaraan bermotor sebanyak 47 persen.

Particulate matter sendiri merupakan campuran partikel cair dan padat yang terdapat di udara. Sumber dari particulate matter ini sendiri beragam, bisa dari proses industri, aktivitas pembangkit listrik, hingga sisa pembakaran dari kendaraan diesel atau bahan bakar fosil lainnya.

Bagaimana tidak, tingginya angka PM-10 di Jakarta tidak bisa lepas dari peranan jutaan kendaraan bermotor pribadi yang melanglang buana setiap harinya. Belum lagi peran dari ribuan ojek online (ojol) yang juga turut meramaikan jalanan dan ‘menggelapkan’ langit Ibukota. Lalu, bagaimana dengan truk kontainer yang melintasi pinggiran kota Jakarta untuk mengirim barang? Agaknya sudah terlalu kompleks masalah polusi udara di Jakarta.

Sudah Kadung Kompleks
Menilik ke lingkup paling baru dulu di Jakarta, ojol. Memang, tidak bisa dipungkiri bahwa ojol menawarkan kemudahan bagi setiap penumpangnya untuk melakukan mobilisasi dari satu titik menuju titik lainnya – belum lagi untuk urusan antar kirim barang, makanan, atau dokumen.

Dewasa ini, pertumbuhan jumlah ojol di Indonesia – khususnya Jakarta sudah mengalami peningkatan yang signifikan. Pada Maret 2018 saja, ada kurang lebih satu juta orang yang menjadikan ojol sebagai mata pencaharian utama mereka, dan angka tersebut terus mengalami peningkatan dari hari kr hari.

Pengendalian? Mungkin sudah terlambat untuk mengurangi jumlah ‘pasukan hijau’ dari jalanan Ibukota – kecuali Pemerintah atau regulator terkait memiliki lahan baru untuk memperkerjakan para pengemudi ini.

Belum lagi Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menyebutkan bahwa motor bukanlah angkutan umum, namun kembali pada poin di atas, populasi pengemudi ojol benar-benar sudah tidak bisa dibendung.

Tawaran Solusi dari Otoritas Terkait
Seolah mentok dengan jalan keluar untuk masalah di atas, berbagai PO bus yang juga ikut mengambil bagian dari jalanan Ibukota ini mencoba untuk mengganti armada yang masih menggunakan bahan bakar fosil dengan moda yang lebih ramah lingkungan – berbahan bakar listrik.

Namun seperti yang sudah diberitakan sebelumnya, pengadaan bus listrik ini tentu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Diperlukan perencanaan yang sangat matang mengingat biaya investasi untuk bus listrik ini dua hingga tiga kali lipat dari bus diesel pada umumnya. Bellum lagi soal regulasi yang juga tengah dimatangkan oleh para regulator terkait.

Jika upaya banting tulang yang tengah dilakukan oleh para otoritas terkait ini masih tidak dioptimalkan sepenuhnya di masa yang akan datang, maka bukan tidak mungkin apabila kondisi polusi di Jakarta akan semakin ‘menghitam’.

Baca Juga: Operasional Bus Listrik di Jakarta Masih Menanti Regulasi

Konklusi
Hadirnya moda transportasi umum yang sudah terintegrasi satu sama lain bukanlah dihadirkan Pemerintah sebagai ajang untuk menghambur-hamburkan dana, melainkan untuk dioptimalkan oleh setiap warganya.

Jadi, mulailah belajar untuk meninggalkan kebiasaan menggunakan kendaraan pribadi untuk bepergian kemana-mana. Gunakanlah fasilitas umum yang sudah disediakan oleh Pemerintah. Dengan begitu, Anda sudah iktu berperan besar untuk mengentaskan masalah polusi di Ibukota.

 

 

RELATED ARTICLES
- Advertisment -

Yang Terbaru