Arab Saudi ingin bertransformasi, dari semula mengandalkan minyak sebagai sumber pendapatan negara menjadi pariwisata. Transformasi besar-besaran itu, oleh Pangeran Mohammed bin Salman bin Abdulaziz atau Kerajaan Arab Saudi, disebut sebagai Visi 2030.
Baca juga: Keren, Bandara Internasional Laut Merah, Fasilitasi ‘Sultan’ Parkir Mobil di Dekat Pesawat
‘Visi 2030’ sendiri ialah sebuah rencana pembangunan jangka panjang Arab Saudi yang menekankan pada diversifikasi ekonomi agar tak hanya mengandalkan minyak bumi yang harganya terus turun.
Dana untuk proyek ini mencapai US$4 miliar (Rp53,33 triliun), yang diperkirakan bisa meningkatkan ekonomi Saudi dan menciptakan 35.000 lapangan pekerjaan baru. Harapan Arab Saudi adalah dapat menarik 100 juta pengunjung sepanjang tahun 2030.
Atas proyek ambisius 100 juta turis pada 2030 tersebut, semua lembaga dan perusahaan BUMN Kerajaan Arab Saudi mulai berpikir keras semata merealisasikan itu. Salah satu BUMN yang berada di garda terdepan dan berperan besar dalam terwujudnya target tersebut tentu adalah maskapai penerbangan nasional, yaitu Saudi Arabian Airlines.
Sebelum Visi 2030 tercetus pada 2016 silam, Saudi Arabian Airlines atau Saudia bukan merupakan maskapai yang kuat di penerbangan internasional. Dalam persaingan di Timur Tengah, Saudia sudah jauh tertinggal dibanding The Three Mega Carrier, Emirates, Qatar Airways, dan Etihad Airways; baik dari segi rute, konsep hub and spoke, fasilitas, harga, armada, dan lain sebagainya.
Dari segi rute, Saudia saat ini memiliki 50 rute internasional. Itupun bukan untuk tujuan bisnis maupun pariwisata andalan secara umum, melainkan untuk tujuan wisata religi dari seluruh dunia ke Mekkah-Madinah. Jauh di bawah ketiga kompetitornya yang mencapai ratusan rute internasional.
Begitu juga dengan positioning sebagai hub di Timur Tengah, fasilitas, harga, dan armada, Saudia jelas tertinggal dibanding para kompetitor Timur Tengahnya.
Oleh karena itu, agar bisa melampaui ketiga kompetitor terberatnya, Saudia harus berpikir keras. Hal itu diungkapkan langsung oleh CEO Saudia, Capt. Ibrahim Koshy, dalam sebuah wawancara di FTE Apex Virtual Expo 2021, belum lama ini.
“Ketika kita berbicara tentang visi 2030, kita berbicara tentang menarik 100 juta wisatawan yang sebelumnya tidak datang ke Arab Saudi. Saudia memiliki peran, ketika Anda melihat apa yang terjadi selama lima tahun ke depan dan bahkan setelahnya dari sini hingga 2030,” jelasnya.
“Kami memiliki peran yang harus disiapkan untuk benar-benar membawa orang-orang itu ke dan dari sini. 100 juta turis itu sebenarnya setara dengan 330 juta pengguna bandara,” tambahnya, seperti dikutip dari Simple Flying.
Aroma positif menuju 100 juta wisatawan pada 2030 sebetulnya sudah merebak dari tubuh Saudia. Mei lalu, maskapai itu didapuk sebagai maskapai terbaik di Timur Tengah selama periode musim panas tahun ini.
Baca juga: Arab Saudi Pamer Desain Bandara Baru Mirip Fatamorgana di Tengah Padang Pasir
Maskapai nasional Arab Saudi itu berhasil mengungguli tiga maskapai top Timur Tengah yang terkenal sebagai The Three Mega Carrier, yaitu Emirates, Qatar Airways, dan Etihad Airways, yang masing-masing menempati urutan kedua keempat.
Kendati itu masih di tataran domestik, namun, capaian ini tak bisa dipandang sebelah mata. Di masa mendatang, Saudia sangat berpotensi untuk menjadikan hub terbesar di Timur Tengah dan mendukung Kerajaan Saudi Arabia di bawah program Visi 2030 untuk mendatangkan 100 juta wisatawan.