Bisnis pesawat purna tugas lama-kelamaan semakin diminati. Sebab, 6.000 pesawat dalam 20 tahun mendatang akan mencapai akhir jam terbangnya. Lantas pesawat tua dibuang ke mana? Sebagian mungkin bakal dibuang ke kuburan pesawat di Gurun Mojave, sebagian lagi didaur ulang dan dibuat jadi barang berharga.
Baca juga: Boeing Jual Furniture dari Suku Cadang Asli Pesawat 747 hingga F-4 Phantom! Segini Harganya
Melihat hal itu, riset di Eropa coba mencari teknik pembuangan yang paling ekonomis dan ramah lingkungan. Hal itu dikarenakan pesawat dibuat dari 60 persen alumunium, 15 persen baja, 10 persen logam berharga mahal seperti titanium. Jadi, terlalu sayang untuk dibuang begitu saja, selain untuk menyelamatkan lingkungan.
Valliere Aviation, salah satu raksasa daur ulang pesawat tua di Eropa, mengerti betul betapa menggiurkannya pesawat tua. Biasanya pesawat tua dihancurkan, dibersihkan dari komponen radioaktif sesuai panduan hijau Eropa, diklasifikasikan, dan diteliti bagian mana saja yang masih bisa dipertahankan, seperti suku cadang berharga, roda pendaratan, mesin, dan peralatan avionik.
Seiring berjalannya waktu, alih-alih diserahkan ke pihak kedua, satu per satu maskapai mulai mengelola sendiri pesawat-pesawat purna tugas mereka. Di antara deretan maskapai itu, Etihad adalah salah satunya.
Dikutip dari Simple Flying, Etihad menggandeng seniman lokal, Azza Al Qubaisi dan Christine Wilson, untuk mengolah seluruh suku cadang pesawat-pesawat yang seharusnya berakhir di tempat pembuangan sampah.
Di antara berbagai suku cadang yang mungkin dikelola Azza Al Qubaisi, ia memilih fokus untuk mengelola dudukan kursi di pesawat. Rongsokan itu kemudian digabungkan dan menjadi formasi geometris simetris. Menurut Etihad, itu bisa diletakkan di lantai ataupun digantung di langit-langit sebagai hiasan.
Selain itu, Al Qubaisi juga menyulap kulit jok kursi pesawat sebagai pakaian yang modis dan berkelas sekalipun sejatinya terbuat dari bahan-bahan bekas. Ia tampak begitu bangga berpose dengan karya seni buatannya yang dipajang di kantor pusat Etihad.
“Mengunjungi gudang suku cadang Etihad selama pandemi Covid-19 membawa kembali kenangan perjalanan keliling dunia dan menemukan budaya yang berbeda. Saya sangat senang memiliki akses tak terbatas ke materi luar biasa yang dapat saya ubah atau gabungkan menjadi seni,” kata Al Qubaisi.
Baca juga: Percaya atau Tidak? Airbus A380 Dijual Rp415 Ribu!
Berbeda dengan Al Qubaisi, senimar kelahiran Irlandia yang menetap di Dubai, Christine Wilson, memillih untuk mengolah jendela, pintu, dan badan pesawat untuk dijadikan sebuah karya seni yang disebut Aintiqal, yaitu sebuah refleksi visual dari cakrawala Abu Dhabi. Hal itu dimaksudkan untuk menunjukkan identitas dan prestasi Uni Emirat Arab, seperti keberhasilan menjadi negara arab pertama yang berhasil mencapai Mars dan berbagai prestasi lainnya.
Direktur Eksekutif Guest Experience, Brand, and Marketing Etihad, Terry Daly, mengungkapkan tujuan Etihad memulai hal ini adalah untuk menampilkan hasil karya putra-putri terbaik negara itu. Diharapkan, kedepan akan lebih banyak lagi karya seni yang dihasilkan untuk mendukung upaya inovasi berkelanjutan demi lingkungan yang lebih hijau.