Sepanjang perusahaan berdiri, dua kali sudah penerbangan Southwest Airlines mengalami depresurisasi atau dekompresi eksplosif; Southwest Airlines flight 812 pada 1 April 2011, tak ada korban jiwa, dan Southwest Airlines flight 1380 pada 17 April 2018, dimana satu penumpang menjadi korban jiwa.
Baca juga: Bagaimana Pilot Tangani Depresurisasi Saat Pesawat di Udara? Ini Jawabannya
Meski mengalami depresurisasi atau dekompresi eksplosif saat di ketinggian di atas 30 ribu kaki (setara 9.144 meter), tipe pesawat, dan di bulan yang sama, tetapi, secara teknis, keduanya berbeda.
Ketika itu, pesawat Boeing 737-300 Southwest Airlines dengan nomor penerbangan 812 tengah melayani penerbangan penumpang berjadwal dari Phoenix , Arizona, ke Sacramento , California, AS.
Akan tetapi, saat dalam perjalanan, atap pesawat copot dan membuat lubang besar saat di ketinggian 34.000 kaki (10.000 m). Pesawat akhirnya berhasil mendarat darurat di Bandara Internasional Yuma, Arizona. Seluruh penumpang sebanyak 123 orang dan kru berhasil selamat.
Ini tentu luar biasa mengingat saat dekompresi eksplosif terjadi, apapun dan siapapun akan tersedot dan terhempas ke luar pesawat dalam sekejap, membuat tubuh mereka remuk. Padahal, saat dekompresi eksplosif ini terjadi secara tiba-tiba, mayoritas penumpang sedang tak menggunakan seatbelt atau sabuk pengaman.
Seharusnya, mereka yang berada di dekat lubang atau atap pesawat yang copot tersebut bisa tersedot keluar seketika.
Beruntung, sebagaimana penjelasan ahli yang dikutip nbcnews.com, dekompresi eksplosif yang bersumber dari atap pesawat memang tidak separah dekompresi eksplosif akibat lubang di sisi kiri maupun kanan pesawat, yang notabene sangat dekat dengan penumpang.
Jarak antara atap pesawat dengan penumpang di kursi terpaut sekitar dua sampai tiga kaki. Semakin jauh jarak antara lubang di atap dengan penumpang, semakin kecil kemungkinan mereka terhempas ke luar pesawat dalam sekejap.
Ditambah, penumpang masih punya cukup waktu untuk mengenakan sabuk pengaman. Sabuk pengaman inilah yang pada akhirnya membuat penumpang aman dan terbukti, tak ada satupun korban jiwa, baik dari penumpang maupun kru. Terlebih, pesawat juga berhasil mendarat mulus di bandara terdekat, sekalipun dalam kondisi sudah kehilangan tekanan.
Secara teori, saat pesawat mengalami dekompresi eksplosif atau depresurisasi di ketinggian ekstrem, pesawat masih dapat terus mengudara hingga 15 menit. Selebihnya, pesawat akan kehilangan ketinggian secara diagonal dan mendarat darurat dimanapun dengan kecepatan hingga 600 kilometer per jam.
Berbeda dengan insiden dekompresi eksplosif di pesawat Boeing 737-300 Southwest Airlines flight 812, di insiden dekompresi eksplosif pada pesawat Boeing 737 Southwest Airlines flight 1380, itu terjadi karena kaca jendela pesawat pecah akibat serpihan mesin yang rusak terbakar. Sudah pasti, jarak lubang di pesawat (di jendela) sangat dekat dengan penumpang.
Akibatnya, seorang penumpang wanita bernama Jennifer Riordan tewas sekalipun tak sampai terhempas keluar pesawat berkat sabuk pengaman dan bantuan penumpang lain.
Baca juga: Hari ini, 31 Tahun Lalu, Pilot British Airways Selamat Setelah 22 Menit Berjuang Melawan Dekompresi
Hanya saja, separuh tubuh bagian atasnya sempat berada di luar pesawat saat dekompresi eksplosif terjadi. Dalam kondisi ini, sudah pasti tekanan darah dan detak jantungnya meningkat. Berada di luar pesawat tanpa menggunakan masker oksigen saat di ketinggian 32,000 kaki (9.800 meter), sudah pasti akan membuat Riordan pingsan dalam sekejap.
Riordan akhirnya dinyatakan tewas setelah dilarikan ke rumah sakit, tak lama usai pesawat mendarat darurat. Hasil autopsi mengungkapkan, meninggal karena trauma benturan benda tumpul di bagian kepala, leher, dan tubuh.