Hari ini, 5 Oktober, Tentara Nasional Indonesia (TNI) merayakan hari jadinya yang ke-76 dengan mengambil tagline Bersatu, Berjuang, Kita Pasti Menang. Spesial Dirgahayu TNI, redaksi KabarPenumpang.com coba mengulas kembali salah satu pesawat buatan putra Blitar, Anthony Fokker, yang dahulu sempat menjadi andalan TNI Angkatan Udara (TNI AU); pesawat turboprop Fokker F-27 Fellowship atau Fokker F-27 Troopship dalam versi militer dan pesawat jet F-28 Fellowship.
Baca juga: Fokker F-27 Friendship, Pesawat Transisi Garuda Indonesia Menuju Era Jet Domestik
Sejarah kehadiran pesawat Anthony Fokker cah Blitar di Indonesia, dalam hal ini Fokker F-27 dan F-28 tak terlepas dari keputusan salah satu Direktur Utama Garuda Indonesia terbaik sepanjang sejarah, Wiweko Soepono. Ketika itu, Wiweko, yang juga dikenal sebagai bapak ‘Two-Men Cockpit’ dan berhasil mengubah wajah industri dirgantara global ini, mulai menggunakan pesawat F-27 pada tahun 1969.
Oleh Wiweko, F-27 dimaksimalkan sebagai mesin uang yang keuntungannya digunakan untuk pengadaan armada baru.
Pengabdian F-27 di Garuda Indonesia berakhir pada tahun 1977, dan sejak itu Garuda Indonesia fokus menggunakan armada pesawat jet untuk penerbangan domestik, selain mengandalkan Fokker F-28, untuk misi penerbangan domestik dan regional BUMN tersebut mempercayakan pelayanan pada pesawat jenis Douglas DC-9.
Sebetulnya, sebelum digunakan Garuda Indonesia sebagai pesawat penumpang, Fokker F-27 sudah lebih dahulu hadir di Indonesia melalui PT Pertamina pada tahun 1966.
Selama dioperasikan Pertamina, F-27 diplot sebagai pesawat transport. Tujuan yang paling sering ditempuh yaitu ke Medan, Palembang, dan Sorong. Termasuk ketika Pepera (Pengumpulan Pendapat Rakyat) di Irian Barat tahun 1969. Namun, eksklusivitas pesawat tersebut bersama Pertamina membuat tak banyak yang mengetahui ketangguhan pesawat ini.
Baca juga: Lockheed L-100-30, Hibah Merpati Nusantara Airlines yang Kini Jadi Andalan TNI AU
Barulah setelah Garuda Indonesia menggunakannya sebagai pesawat penumpang, Fokker F-27 mulai dikenal masyarakat; termasuk KSAU saat itu Marsekal Saleh Basarah.
Hanya saja, hal yang paling menentukan dalam sejarah pengoperasian pesawat Fokker F-27 di TNI AU terjadi saat ia diundang ke pabrik Fokker di Belanda. Alhasil, TNI AU pun resmi mengoperasikan Fokker F-27 Troopship, dengan penekanan pada kemampuan penerjunan pasukan lintas udara, sejak 8 Agustus 1976. Total delapan pesawat dibeli TNI AU dan bergabung dengan Skadron Udara 2 Wing Udara 1.
Sebelum kedatangan pesawat yang oleh TNI AU dijuluki ‘Flying Horses’ atau Kuda Terbang tersebut, armada Skadron ini diisi oleh pesawat tua besutan Uni Soviet, yaitu Ilyushin Il-14 ‘Crate’ dan Ilyushin Il-14 Avia-14 (lisensi Cekoslovakia); dan C-47 Dakota, pabrikan Amerika Serikat (AS).
Ketiga pesawat tersebut sudah digunakan Skadron Udara 2 sejak masa pasca-kemerdekaan (1955) hingga tahun 1970-an.
Pasca bergabungnya pesawat ini, Marsekal Saleh Basarah pun sering melakukan perjalanan dinas menggunakan F-27 VIP. Tentu ini bergantung pada medan dan rute yang ditempuh.
Sejak saat itu, pesawat dengan mesin 2x Rolls-Royce Dart Mk.532-7 dengan kecepatan jelajah 460 km per jam dan jarak tempuh mencapai 2.600 km ini terus menjadi andalan TNI AU selam puluhan tahun, didukung dengan saudaranya, Fokker F-28.
Baca juga: Fokker F-28, Pernah Menjadi Tulang Punggung Armada Garuda Indonesia
Berbeda dengan F-27 Troopship yang memang dibeli baru oleh TNI AU, Fokker F-28 Friendship adalah pesawat hibah dari Pelita Air, Merpati Nusantara Airlines, dan Garuda Indonesia dalam kurun waktu 1983-2013.
Total ada empat unit pesawat yang dihibahkan ke TNI AU dan masuk dalam inventori Skadron Udara 17/VVIP dengan tail number A-2801, A-2802, A-2803, dan A-2804. Jenderal Wiranto mungkin lekat betul ingatannya dengan pesawat satu ini. Ketika itu, di tahun 98, ia pernah menjadikan F-28 sebagai pesawat komando udara, saat harus terbang dari Malang ke Jakarta.