Belakangan, industri penerbangan global sedikit dihebohkan dengan klaim dari China Eastern. Maskapai yang masuk tiga besar maskapai terbesar di Cina bersama Air China dan China Southern Airlines itu mengklaim telah menjadi maskapai terbesar di dunia saat ini bila dilihat dari segi kapasitas kursi yang tersedia saat ini.
Baca juga: Bisakah Airbus A380 Terbang dengan Satu Mesin? Ini Jawabannya
Pertengahan April lalu, maskapai lainnya dari tiga besar itu, China Southern Airlines juga sempat menjadi perbincangan, lantaran maskapai yang berbasis di Guangzhou, Cina itu didaulat menjadi maskapai satu-satunya di dunia yang masih mengoperasikan pesawat komersial terbesar sejagat, Airbus A380.
Meskipun hanya menerbangkan A380 sekali dalam seminggu, keberhasilan China Southern untuk tetap terus mengoperasikan pesawat tersebut tentu cukup mengejutkan banyak pihak. Selama ini, jawara A380 masyhur dipegang oleh maskapai besar dunia dengan reputasi tinggi, seperti ANA, British Airways, Qatar Airways, Lufthansa, Qantas, dan Etihad Airways.
Akan tetapi, terlepas dari keberhasilan China Southern Airlines mempertahankan penerbangan A380 saat industri penerbangan global tengah anjlok, secara keseluruhan, sebetulnya A380 bisa dikatakan nyaris tidak begitu diminati oleh maskapai Cina. Saat ini, dari sekitar 20 maskapai di Negeri Tirai Bambu, hanya China Southern Airlines yang memiliki armada A380, itupun cuma lima unit. Jauh dibanding British Airways, Qatar Airways, Lufthansa, Qantas, dan Etihad Airways.
Harapan Airbus untuk melihat lebih banyak A380 menghiasi langit atau bandara-bandara di Cina sebetulnya sempat muncul di tahun 2017 lalu. Dikutip KabarPenumpang.com dari Simple Flying, saat itu, Eric Chen, President of Airbus Commercial Aircraft China (saat ini menjabat chairman), memperkirakan bahwa maskapai penerbangan Cina akan membutuhkan 60 hingga 100 pesawat A380 dalam lima tahun ke depan atau hingga 2022 mendatang. Saat itu, ia meyakini, pertumbuhan pesat industri penerbangan di Cina akan membutuhkan lebih bayak A380 untuk mengurai kepadatan lalu lintas ruang udara Cina dengan mengangkut lebih banyak penumpang dalam sekali jalan.
Namun, apa nyana, perkiraan tersebut tak sepenuhnya benar sekalipun pertumbuhan industri penerbangan di sana memang terus mengalami pertumbuhan pesat. Lagi pula, pemerintah Cina juga telah membangun banyak bandara baru untuk mengurai kepadatan lalu lintas udara. Jadi, tanpa harus mengangkut banyak penumpang dengan A380 dalam setiap perjalanan pun perjalanan udara sudah cukup terurai dengan pertumbuhan bandara baru.
Selain itu, kecenderungan maskapai pada rute point-to-point daripada model jaringan hub-and-spoke (layaknya Dubai, Singapura, Hong Kong, Inggris, dan Jepang), juga membuat Airbus A380 nyaris tak dilirik maskapai Cina.
Baca juga: China Southern Jadi Maskapai Satu-satunya di Dunia yang Masih Terbangkan Airbus A380
Terlebih, dengan luas daratan mencapai 9,597 juta km² atau menyandang sebagai negara terbesar ke-3 di dunia, mobilitas tinggi antar dearah, pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat, banyaknya spot pariwisata dalam negeri, serta dengan populasi penduduk hampir menyentuh 1,4 miliar jiwa, membuat jaringan domestik atau point-to-point penerbangan Cina tak bisa dianggap remeh. Dengan kondisi itu, tak ayal bila maskapai Cina lebih memilih A350 yang dinilai lebih tangguh dan lebih cocok untuk memaksimalkan ceruk pasar point-to-point ketimbang A380.
Alasan terakhir, menurut Chen, keberlanjutan juga mejadi isu penting sebelum maskapai Cina memutuskan untuk menggunakan A380. “Kurangnya kepercayaan untuk mengoperasikan A380, itu adalah sesuatu (yang meragukan) untuk dikerjakan secara terus menerus dengan maskapai di Cina,” katanya.