Saturday, October 5, 2024
HomeDomestikRilis 9 Faktor Penyebab Kecelakaan JT610, KNKT: "Satu Tidak Terjadi, Maka Kecelakaan...

Rilis 9 Faktor Penyebab Kecelakaan JT610, KNKT: “Satu Tidak Terjadi, Maka Kecelakaan Dapat Terelakkan”

Kecelakaan pesawat Lion Air JT610 yang jatuh di Tanjung Karawang, Jawa Barat pada 29 Oktober 2018 silam memang menyisakan duka mendalam bagi keluarga yang ditinggalkan. Kendati diiming-imingi dana santunan dari pihak Boeing (yang nyatanya hingga kini belum terdistribusi secara merata), namun pihak keluarga korban enggan menerima dan masih tetap berusaha untuk menyuarakan keadilan dan titik terang dari insiden setahun lalu ini.

Baca Juga: KNKT (Kembali) Ungkap Kejadian Pra Jatuhnya Lion Air JT610

Sebagai badan yang berkewajiban untuk menelisik terkait insiden yang menyebabkan varian Boeing 737 MAX di-grounded-kan secara massal dari operasional ini, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) lalu melakukan investigasi mendalam. Dalam kurun waktu satu tahun, KNKT berhasil menemukan penyebab jatuhnya dari pesawat ini, yaitu komplikasi dari fitur teranyar Boeing untuk pesawat komersialnya, Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS).

Kendati sudah terjadi dan tidak mungkin kembali untuk mencegah kecelakaan ini terjadi, nyatanya KNKT menemukan sembilan faktor yang saling berkaitan dan jika ada salah satu dari faktor ini tidak terjadi, maka besar kemungkinan kecelakaan ini juga tidak terjadi. Diungkapkan pada acara Laporan Akhir Kecelakaan Pesawat Udara Lion Air JT610, Jumat (25/10), berikut adalah kesembilan faktor yang berkontribusi pada jatuhnya pesawat yang menewaskan 189 orang ini.

1. Asumsi terkait reaksi pilot yang dibuat pada saat proses desain dan sertifikasi pesawat Boeing 737 MAX 8, meskipun sesuai dengan referensi yang ada ternyata tidak tepat,

2. Mengacu pada asumsi yang telah dibuat atas reaksi pilot dan kurang lengkapnya kajian terkait efek-efek yang dapat terjadi di kokpit, sensor tunggal yang diandalkan untuk MCAS ini dianggap cukup dan memenuhi ketentuan sertifikasi,

3. Desain MCAS yang mengandalkan satu sensor rentan terhadap kesalahan,

4. Pilot mengalami kesulitan dalam merespon pergerakan MCAS yang tidak seharusnya, mengingat tidak ada petunjuk dalam manual book dan pelatihan,

Baca Juga: Akhirnya! Boeing Akui Adanya Kesalahan Sistem pada Boeing 737 MAX 8

5. Indikator Angle of Attack (AoA) Disagree tidak tersedia di dalam pesawat, dimana informasi terkait perbedaan AoA di sayap kanan dan kiri tidak dapat ditampilkan dan baik pilot maupun teknisi tidak dapat mengidentifikasi kerusakan sensor AoA,

6. Sensor AoA yang diganti di Bali mengalami miskalibrasi yang tidak terdeteksi,

7. Investigasi tidak dapat menentukan apakah pengujian sensor AoA baru ini telah terpasang dengan benar atau tidak, dimana ini akan berimplikasi pada miskalibrasi.

8. Informasi mengenai stick shaker dan penggunaan prosedur non-normal Runaway Stabilizer pada penerbangan sebelumnya (Denpasar ke Jakarta) tidak tercatat (mengacu pada poin 5), dan

9. Kondisi di kokpit menjelang jatuhnya pesawat dinilai terlalu hectic, karena pilot mesti berkomunikasi dengan ATC, mengendalikan pesawat secara manual, dan munculnya notifikasi aktivasi dari MCAS membuat pilot kesulitan untuk mengendalikan pesawat secara baik.

Dari kesembilan faktor tersebut, KNKT menegaskan apabila salah satunya tidak terjadi, maka kecelakaan nahas ini pun dapat terhindarkan.

RELATED ARTICLES
- Advertisment -

Yang Terbaru