Kecelakaan pesawat Airbus A320 Pakistan International Airlines (PIA) PK8303 memberi jalan terbukanya tabir lain. Menteri Penerbangan Pakistan, Ghulam Sarwar Khan, menyebut satu dari tiga pilot di negaranya memiliki lisensi palsu.
Baca juga: Terungkap, Kecelakaan Airbus A320 PIA Diduga Akibat Kesalahan Pilot, Begini Kronologinya!
Dihadapan DPR Pakistan, ia menbeberkan, dari 860 pilot aktif yang bekerja di maskapai domestik dan maskapai asing, 262 di antaranya memiliki lisensi palsu. Dalam prosesnya, mereka menggunakan jasa joki untuk melewati ujian. “Mereka tak memiliki pengalaman terbang,” katanya, seperti dilansir CNN International.
Dalam insiden jatuhnya pesawat Airbus A320 Pakistan International Airlines (PIA) PK8303, Khan memang tak mengungkap dengan jelas apakah pilot tersebut termasuk di dalamnya (menggunakan lisensi palsu). Namun, yang pasti, saat ini, PIA dikabarkan telah menonaktifkan 150 pilot.
Juru bicara PIA, Abdullah Hafeez Khan mengatakan bahwa penyelidikan pemerintah tahun lalu telah menemukan sekitar 150 dari 434 pilotnya mengantongi baik itu lisensi palsu atau mencurigakan. “Kami telah memutuskan untuk melarang terbang 150 pilot itu yang memegang lisensi palsu dengan efek langsung,” jelasnya.
Fakta dari penyelidikan tersebut memang telah menimbulkan misteri baru di balik kecelakaan pesawat PIA belum lama ini. Menteri Penerbangan Federal Pakistan, Ghulam Sarwar Khan mengungkap, kapten pilot dan kopilot sibuk ngobrol membahas Covid-19 sambil melakukan upaya pendaratan awal yang gagal. Padahal, pilot dan kopilot tidak seharusnya berdiskusi soal apapun di kokpit di bawah aturan sterile cockpit rule.
Dari segi kronologi, semua yang pilot lakukan sebelum kecelakaan pesawat terjadi juga terkesan mencurigakan. Diketahui, pesawat PIA K8303 jatuh akibat mengalami kerusakan mesin. Kerusakan tersebut diakibatkan oleh percobaan pendaratan pertama.
Pada percobaan pendaratan pertama, petugas Air Traffic Controller (ATC) sempat mengingatkan bahwa pesawat berada pada posisi yang keliru ketika melakukan pendekatan pendaratan (approach landing) melalui pendekatan Instrument Landing System (ILS).
Saat itu, pesawat tercatat masih melaju dengan kecepatan tinggi, mencapai lebih dari 200 mil per jam (322 kilometer per jam). Padahal, jarak pesawat sebelum touchdown di runway 25 Bandara Internasional Jinnah, di Kota Karachi, sudah begitu dekat dan dinilai tidak sesuai prosedur pendaratan.
Setelah diperingatkan dua kali untuk tidak meneruskan proses pendekatan pendaratan, alih-alih mengikuti saran dari ATC, pilot yang diketahui telah memiliki jam terbang tinggi tersebut justru melanjutkan pendaratan.
Alhasil, ketika touchdown, pesawat mengalami gesekan kuat di lambung dan kedua mesin pesawat akibat roda pendaratan atau landing gear tidak keluar. Menurut laporan, sempat terjadi beberapa benturan sehingga ATC menyarankan untuk pilot agar membawa pesawat kembali ke langit dan melakukan percobaan kedua. Anehnya, pilot tak memberitahu kondisi tersebut (tidak keluarnya landing gear).
Di percobaan pendaratan kedua pada pukul 14.30, sebetulnya ATC yang bertugas kala itu memandu pilot agar berada di ketinggian 3500 kaki. Namun, pilot hanya membawa pesawat pada ketinggian 1300 kaki.
Baca juga: Berlisensi Palsu dan Terbangkan Pesawat Berbadan Lebar, Pilot ini Dipidanakan
Di sinilah pilot memberitahu bahwa pesawat kesulitan untuk mempertahankan ketinggian dan kedua mesin mengalami kerusakan teknis, mengingat, bagian bawah mesin di antaranya terdapat aksesoris gearbox dan pompa hidrolik yang keduanya mungkin saja disfungsi akibat gesekan saat percobaan pendaratan pertama.
Pada proses percobaan pendaratan kedua, tak lama setelah pilot memberitahu keadaan pesawat dan memberi sinyal darurat (mayday) ATC kehilangan kontak, tepatnya pada pukul 14.40 waktu setempat. Pesawat akhirnya diketahui jatuh dan terbakar serta menabrak empat rumah di permukiman Model Colony, 3,2 kilometer dari Bandara Internasional Jinnah.