Friday, April 26, 2024
HomeAnalisa AngkutanMengapa Main Landing Gear Boeing 737 Dibiarkan Terbuka dan Terlihat? Ini Jawabannya

Mengapa Main Landing Gear Boeing 737 Dibiarkan Terbuka dan Terlihat? Ini Jawabannya

Umumnya, pesawat, ketika telah meninggalkan landasan, roda pesawat atau landing gear akan ditekuk masuk ke dalam badan pesawat hingga tak terlihat – pun ketika pesawat hendak mendarat, maka roda akan kembali dikeluarkan. Tetapi, tidak dengan keluarga pesawat Boeing 737.

Baca juga: Boeing 737 Generasi Pertama vs Seri Klasik, Apa Perbedaannya?

Main landing gear pesawat ini memang tetap melipat ke dalam badan pesawat, namun, dibiarkan terbuka dan terlihat. Anehnya, saat dilipat, struts roda pendaratan utamanya tertutup cover dan menyisakan roda pendaratan yang terbuka. Lebih aneh lagi, nose landing gear atau landing gear bagian depan Boeing 737 tidak demikian. Ia melipat dan tertutup oleh cover atau sejenis pintu hingga tak terlihat. Lantas, mengapa demikian?

Dilansir Simple Flying, guna menjawab itu, agaknya harus mundur jauh ke belakang, tepatnya saat kemunculan generasi pertama pesawat pesaing Airbus A320 ini. Saat seri pertama Boeing 737-100 diperkenalkan pada tahun 1968 dan masuk layanan pada 28 Desember 1967, bandara-bandara di seluruh dunia -terlebih bandara tua- masih minim infrastruktur.

Bahkan, beberapa di antaranya, tidak memiliki mobil tangga serta garbarata. Alhasil, pesawat memang harus (khususnya pintu kargo) mudah dijangkau oleh operator tanpa bantuan tangga atau alat bantu lainnya.

Dengan berbagai pertimbangan itu, akhirnya, pesawat yang diberi gelar oleh Boeing sebagai Fat Little Ugly Fella tersebut akhirnya didesain untuk dapat beroperasi serendah mungkin, bahkan dengan badan pesawat bagian bawah yang hampir menyentuh daratan sekalipun.

Akan tetapi, semakin rendah pesawat dan semakin pesawat dekat dengan tanah itu berarti tidak ada ruang untuk buka tutup pintu main landing gear. Sebab, berbeda dengan nose landing gear, yang pintunya tak terlalu lebar, pintu main landing gear cukup lebar dan sangat mungkin menyentuh tanah.

Sebetulnya, pintu main landing gear bisa saja menutup kembali setelah roda keluar untuk persiapan mendarat. Tetapi, tidak ada yang menjamin ini akan berhasil (pintu main landing gear kembali menutup) dan membuat pendaratan aman. Alhasil, main landing gear pun diputuskan untuk tetap terbuka alih-alih mengambil risiko besar.

Lagi pula, tidak adanya pintu yang menutup main landing gear merupakan sebuah keuntungan tersendiri. Selain mengurangi berat keseluruhan dan membebaskan ruang vital di perut pesawat, melepas pintu berarti mengurangi item perawatan pesawat.

Namun, tanpa adanya pintu penutup main landing gear, Boeing harus menyesuaikan beberapa hal, seperti menambah smooth hub cabs di bagian roda untuk membantu aerodinamika pesawat serta seal karet di sekitar bukaan landing gear agar benda apapun, termasuk air, tak masuk dan menghalangi keluarnya main landing gear.

Selain meniadakan pintu yang menutupi main landing gear, mesin pesawat juga sengaja dibuat rata pada bagian bawahnya. Hal itu agar bagian bawah mesin tak terlalu dekat dengan tanah. Di samping itu, teknologi pada waktu tersebut juga memang belum menemukan apa yang disebut sebagai bypass ratio, yakni sebuah teknologi yang memaksimalkan udara di dalam mesin untuk mencapai tingkat efisiensi berlebih.

Baca juga: Bingung Bagian Bawah Mesin Boeing 737 Rata? Ini Penjelasannya!

Guna mendapatkan lebih banyak udara ke dalam mesin, pesawat membutuhkan turbin yang lebih besar didukung dengan tenaga dari kipas yang lebih besar pula. Hal itu hanya bisa dibuat dengan menambahkan ketinggian pesawat agar mesin pesawat tidak menyentuh daratan. Tak heran, bila pesawat yang juga disebut Baby Boeing ini akhirnya didesain dengan mesin rata pada bagian bawah.

Meski saat ini garbarata dan infrastruktur lainnya sudah tersedia, nampaknya Boeing tetap mempertahankan desain tersebut pada pesawat anyar dari keluarga Boeing 737; termasuk Boeing 737 MAX. Di dunia, desain seperti ini bukan hanya dipakai oleh Boeing, melainkan juga oleh Embraer ERJ145, Embraer E-Jet, COMAC ARJ21, dan Airbus A220.

RELATED ARTICLES
- Advertisment -

Yang Terbaru